Friday, May 17, 2013

FF Waiting For You


                                         FanFiction "Waiting For You"



Author      : Park JiJoon
Main Cast  : Park JiJoon
                     Lee HyukJae
Genre        : AU, Romace,
Cover Pict : Park JiJoon
Warning    : This is not perfect, really need your suggestion and comment for make it better.
Disclaimer : JoonHyuk is mine,it's real, sah dunia akhirat kekekekekeke~~. The story belong to me, don't copy paste, HATE Plagiat..! Thanks for reading, don't like it just ignore it..!



Annyeonghaseo FanFiction Cafe readers ^__^
Author Park JiJoon is back, kali ini menghadirkan short fanfiction.
Happy reading all 




JiJoon berjalan terhuyung, belum sepenuhnya terbangun dari tidurnya. Rambut hitam tebalnya masih terlihat berantakan dan baju tidur winne the pooh kesayangannya masih melekat ditubuhnya. HyukJae memapah tubuhnya memaksa yeoja itu untuk bangun.

"Palli chagi.. Cepat mandi, kita sudah terlambat." HyukJae mendorong bahu JiJoon terus ke kamar mandi dikamarnya sembari menyambar handuk tebal bergambar winnie the pooh milik JiJoon dan menaruhnya dikepala JiJoon. HyukJae sudah sangat maklum dengan tingkah yeojachingunya itu.

"Oppa, shirreo. Aku masih ngantuk." JiJoon melenggang berbalik menuju tempat tidurnya dan menggunakan handuknya sebagai selimut.  HyukJae masih dengan sabar mengguncang tubuh JiJoon berusaha membangunkan yeoja itu.

 "Ya.. Chagi. Ireona.. Palli" ujar HyukJae mulai tidak sabar. Dia terdiam putus asa beberapa saat, kemudian timbul senyum nakal diwajahnya. Sepertinya otaknya berhasil merencanakan sesuatu yang bagus HyukJae membungkuk diatas tubuh JiJoon, menelusupkan tangannya dibawah leher dan dibawah tungkai JiJoon dan menggangkat tubuh JiJoon dengan cepat. Hal itu menghasilkan adegan gendong ala bridal style. JiJoon terdiam membelalakkan matanya dengan perlakuan HyukJae.

"Geure, kalau kau begitu malas untuk bangun. Kali ini aku akan berbaik hati memandikanmu, sayangku" ujar HyukJae menggunakan suara dalamnya, ditambah dengan evil smirknya membuat namja itu terlihat seperti serigala yang bernafsu memakan anak babi yang sangat gemuk.

"Gyaa.. Oppa!!! Mwoya? Turunkan aku!!" jerit JiJoon sambil menggerakkan tubuhnya berusaha membebaskan diri dari dekapan HyukJae. Rasa kantuk dimatanya langsung lenyap digantikan degupan jantungnya yang berpacu menggila. JiJoon paham benar sifat namja chingunya itu, dia kadang bersikap semaunya dan bertindak diluar nalar.

"Wae? Kau takut?" tanya HyukJae menggoda JiJoon sambil terus membawa JiJoon menuju kamar mandi. 

"Jadi sekarang apa kau sudah bangun gongju-nim?" HyukJae tersenyum lebar melihat JiJoon menganggukan kepalanya perlahan. Pipinya memerah pertanda kalau pertahanannya runtuh.
HyukJae meletakkan JiJoon perlahan didalam bathup favorit yeoja itu dan mengecup puncak kepalanya perlahan. Namja itu kemudian menurunkan kepalanya sejajar dengan JiJoon. Wajahnya sangat dekat berada didepan JiJoon menatap mata JiJoon dengan pandangan yang selalu melumpuhkan yeoja itu. HyukJae mengukir smirk dibibirnya melihat wajah yeojanya semakin merah merona, hal yang sangat disukainya. HyukJae makin mendekatkan wajahnya, hanya udara tipis yang memisahkan mereka sebelum bibir namja itu menyentuh bibir penuh JiJoon. Spontan JiJoon menutup matanya bersiap menerima kecupan dibibirnya. Namun yang diterimanya bukanlah kecupan dari namja itu, HyukJae menurunkan kepalanya dan mendekati telinga JiJoon kemudian membisikan sesuatu  tepat ditelinganya.

"Kau sangat manis saat terlihat malu seperti ini chagi.." bisiknya ditelinga JiJoon kemudian menyelipkan beberapa helai rambut JiJoon yang menutupi wajahnya dibalik telinganya. Tentu saja hal itu membuat seluruh tubuh yeoja itu bergidik dan darah ditubuhnya kembali mengglegak hebat.

"Cha, cepat mandilah.. Aku akan menunggumu dibawah." HyukJae melenggang meninggalkan JiJoon yang masih belum bisa mengembalikan kesadaran dirinya. JiJoon menggoyangkan kepala berusaha menggembalikan kesadaran dirinya. Dalam hatinya mengutuk kesal, untuk kesekian kalinya dia kembali dikalahkan oleh pesona HyukJae.

"Aku akan membalasmu Lee HyukJae sshi" geram JiJoon menyingkirkan handuk dikepalanya kemudian beranjak mandi.

==OooO==

Beberapa menit kemudian JiJoon siap untuk pergi, yeoja itu mengenakan blus berwarna putih dengan bahu terbuka dan celana jeans pendek. Dia tersenyum masam pada HyukJae yang sedang asyik membicarakan sesuatu dengan eomma JiJoon.

“Aigoo, anak eomma. Sangat cantik.. Eotthe Jae-ya?” Tanya Eomma JiJoon pada HyukJae yang memandang JiJoon tanpa berkedip. Meskipun namja itu telah menjalin hubungn dengan JiJoon selama lebih dari 2 tahun, tetap saja rasanya nafasnya seakan tercekat setiap melihat yeoja itu. Matanya yang bulat cemerlang, bibirnya yang penuh dan pipi chubbynya yang menggemaskan. Seakan harinya akan kurang jika tidak bertemu dengannya walaupun hanya dalam waktu beberapa jam.

“Nde, eommanim. Gen yang eomma turunkan padanya adalah yang terbaik..” HyukJae mengacungkan 2 ibu jarinya pada eomma JiJoon yang kemudian menepuk bahu HyukJae senang.

“Ya.., kau sangat pandai mengambil hatiku. Awas kalau kau melakukannya pada wanita lain eoh? Kau hanya boleh melakukannya padaku, Joonie, eommamu dan nunnamu saja. Arra?”

“Ne, eomma. Halgeseumnida.. Aku berjanji..” HyukJae mengangkat dua jarinya membentuk huruf  V. JiJoon hanya memandang aneh eomma dan namjachingunya yang nampaknya sudah begitu akrab seperti ibu dan anak laki-lakinya.

“Kajja, kita sarapan sebelum kalian berangkat ne?” Eomma JiJoon mendorong putri kesayangannya dan calon menantunya lembut menuju ruang makan. Appa JiJoon tentu saja tidak ada disana, hari ini dan sampai 2 hari mendatang beliau berada di luar kota untuk urusan pekerjaannya.

“Oppa, eodi kha? Aku lelah, beberapa hari ini aku selalu terlambat tidur dan sangat sibuk karena tugas-tugas kuliahku. Bagaimana kalau kita melihat DVD dengan nyaman dikamarku saja?” tanya JiJoon berusaha merayu HyukJae. Tangannya memegang sendok memainkan sup dihadapannya.

“Emm.. andwe. Harus hari ini, chagii..” pekik  HyukJae panik mengagetkan JiJoon.

“Waeyo?” tanya JiJoon menyelidik.

“Geunyang.. Emm.. aku juga sangat sibuk jadi aku jarang memiliki waktu seperti ini..” balas HyukJae gugup, memusatkan kembali perhatiannya pada sarapan paginya menghindari tatapan JiJoon.

==OooO==

HyukJae melambai pada eomma JiJoon setelah selesai memasukkan keranjang piknik dan beberapa benda lainnya ke bagasi mobilnya. Dan cepat-cepat menyusul JiJoon masuk ke dalam mobil porche putihnya.
Mereka sampai di Namsan Seoul Tower tidak lama kemudian, HyukJae menggenggam erat tangan JiJoon berjalan beriringan melintasi jalan setapak yang ditumbuhi pohon-pohon sakura yang mulai bermekaran dengan sangat indahnya disisi kanan dan kirinya. Seakan ingin hari itu tidak akan pernah berakhir, sedikit rasa bersalah terselip dihatinya.

“Chagi-ya.. Jamkamman..”

“Waeyo Oppa? Kau lelah?” tanya JiJoon heran, karena HyukJae berhenti secara mendadak.

“Anniyaa.. aku masih sanggup kalau harus menggendongmu naik ke atas sana em? Cha.. duduklah disini aku akan mengambil gambarmu, kecantikanmu harus diabadikan hari ini.” HyukJae menarik JiJoon dan mendudukkannya diantara bunga berwarna kuning yang cantik.

“Assaa.. kau sangat cantik chagii.. Lihatlah..” HyukJae mengulurkan camera digitalnya pada JiJoon.




“Ya.. kau membuatku malu Oppa, apa kita baru saja mulai berkencan? Kau baru sadar yeojamu ini cantik eoh?” JiJoon mempoutkan bibirnya menggoda HyukJae. HyukJae tersenyum kemudian menelusurkan ujung jarinya pada garis wajah JiJoon.

“Kau yeoja tercantik dimataku, aku tahu sejak pertama kali aku melihatmu. Mungkin ada banyak yang lebih sempurna darimu. Tapi aku tidak memerlukan yang terlalu sempurna untuk melengkapi hidupku, karena itu tidak akan cukup untuk membuat hidupku menjadi sempurna. Aku hanya membutuhkan mu saja, sayangku” HyukJae mengaitkan tangannya pada pinggang yeoja mungil itu dan membawanya kedalam pelukannya.

“Ya.. kau sangat aneh hari ini Oppa. Kau menyembunyikan sesuatu eoh??” JiJoon mendongakkan kepalanya memandang wajah HyukJae yang tentu saja lebih tinggi darinya walaupun yeoja itu sudah memakai highheelsnya.

“Aniyaa.. Kajja kita mengambil beberapa foto bersama.”  
HyukJae tersenyum puas melihat hasil foto di kamera digitalnya. Yang terpenting adalah menyimpan sebanyak mungkin ekspresi JiJoon bersamanya. Beberapa kali dia berusaha membangun cinta dengan yeoja-yeoja yang disukainya beberapa waktu lalu. Tapi entah saat melihat JiJoon, saat itu pula hatinya tergerak untuk mencintai yeoja itu dan sejak saat itu tidak pernah sekalipun terlintas diotaknya untuk melihat yeoja lain.

Baginya JiJoon adalah paket lengkap yang dikirimkan Tuhan untuk melengkapi ketidaksempurnaan dirinya. Yeoja tu sama seperti yang diinginkannya. JiJoon pendek tingginya tidak mencapai 160 cm mungin itu hanya 157 cm, hal yang sangat disyukurinya. Dan hal yang selalu bisa  digunakannya sebagai senjata untuk menggoda yeoja itu. HyukJae menganggap yeoja yang tidak terlalu tinggi memiliki sisi imut yang sulit untuk dijabarkan. Tingginya pas setinggi dagu HyukJae, sangat sesuai dengan adegan favoritnya berdiri memeluk JiJoon dari belakang dan menyandarkan dagunya dipuncak kepala yeoja itu.  Pipi chubbynya yang selalu memerah saat tersenyum, semakin bersemu saat JiJoon merasa malu atau senang dan merah padam menyerupai tomat saat HyukJae mencium yeoja itu. Matanya yang cemerlah dan cerdas. Mata onyx berwarna coklat tua itu juga teduh dan selalu penuh cinta saat menatap HyukJae. Mata yang tidak pernah bisa menyembunyikan apapun dari HyukJae. Rambut panjang sebahunya yang selalu terasa lembut dan memiliki aroma lavender yang segar dan menenangkan.

Yeoja itu selalu membuatnya senang, dan keceriaannya selalu bisa melenyapkan rasa penat dan kelelahannya dalam pekerjaannya. JiJoon sangat mengerti apa yang diinginkannya tanpa dimintanya dan dia sangat memperhatikan HyukJae. Hal itulah yang membuat HyukJae semakin yakin JiJoon adalah yang terbaik untuknya.

“Oppa.. Aku tahu, ini semua karena hari ulang tahunmu benar? Arrayo, 4 hari lagi adalah ulangtahunmu..!” seru JiJoon menggelayut dilengannya membuyarkan lamunannya pada yeoja itu.

“Eoh? Saengil?”

“Ne, apa kita harus merayakannya bersama keluarga dan teman-teman seperti tahun lalu?”

“Kau tidak perlu melakukannya chagi, aku tidak akan merayakan ulangtahunku kali ini.” ujar HyukJae dengan suaranya yang sedikit bergetar.

“Waeyo? Kita harus merayakannya emm?”

“Sudahlah, kajja. Aku lapar chagi, kajja bapmeogja” JiJoon mengangguk menurut mengikuti HyukJae, walaupun sebenarnya hatinya bertanya-tanya. Apa yang membuat HyukJae kekasihnya terlihat sangat aneh hari ini.

==OooO==

HyukJae masih menggenggam erat jemari JiJoon saat keduanya sampai di bagian paling tinggi di Namsan Tower. Setelah menyelesaikan makan siang dengan bekal dari eomma JiJoon, mereka berdua menikmati semilir angin ditempat favorit mereka berdua. HyukJae menghembuskan nafasnya berat, membayangkan reaksi JiJoon saat dia mengatakan rencananya. Ini adalah pertamakalinya HyukJae menyembunyikan sesuatu dari JiJoon, dia sangat berharap Jijoon akan bisa menerima semuanya.

“Joonie-ya..” panggil HyukJae tidak yakin pada JiJoon yang sedang asyik menikmati bubble tea kesukannya sambil memandang jauh kedepan.

“Emm?”JiJoon tersenyum dan pipinya memerah, saat ini suasana hatinya sedang sangat bagus membuat HyukJae semakin tidak tega merusak hari yeoja itu.

“Sebenarnya…” ucapan HyukJae terpotong saat seseorang memanggil namanya.

“Ya,  syukurlah aku bertemu denganmu disini Jae-ya.” sapa JungHyuk yang merupakan sunbaenya di universitas dulu.

“Oh, nde sunbae. Apa kabar?” JiJoon tersenyum dan memberikan salam dengan sopan. JiJoon juga mengenal namja ini, bebrapa kali mereka bertemu.

“Baik, apa semua dokumen untuk keberangkatmu sudah siap? Aku berharap kita berada ditempat yang sama, jadi tidak akan terasa terlalu berat saat kita memiliki sesorang yang dikenal disana nanti.” JiJoon tidak mengerti apa yang dibicaraken JungHyuk dengan kekasihnya itu, sedikitpun tidak ada yang terlintas dalam benaknya.

“Ah ye, semuanya sudah siap. Aku sudah melengkapinya 2 hari yang lalu. Kita akan bertemu beberapa hari lagi, sunbae.” jawab HyukJae tidak fokus dengan mata terus tertuju pada JiJoon. Seakan mengerti dengan keadaan yang mungkin akan terjadi JungHyuk segera mengakhiri pembicaraan mereka.

“Geroum, sepertinya ada hal yang harus kau lakukan. Sampai bertemu Jae-ya.” HyukJae dan JiJoon membungkuk memberi salam dengan sopan. Namun keadaan menjadi sedikit terasa dingin. Senyum diwajah JiJoon menghilang seketika, menatap HyukJae dengan begitu banyak pertanyaan dalam kepalanya.

“Keberangkatan? Aku tidak tahu oppa akan pergi?” Tanya JiJoon masih berusaha berpikir positif.

“Bisnis lagi?” JiJoon menggeser tempatnya berdiri yang semula berada disamping HyukJae kini berada tepat didepan namja berkulit bersih itu.

“Emm.. Anniya, sebenarnya itu yang ingin kukatakan padamu hari ini. Aku memilih waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.” HyukJae memasukkan tangan kedalam sakunya gugup. Dia adalah seorang pengusaha yang cukup berhasil diusianya yang masih muda, bertemu dengan banyak orang penting bukan hal baru baginya. Namun tidak akan membuatnya segugup saat dia menyembunyikan sesuatu dari JiJoon.

“Mwo? Mengapa begitu serius em?” JiJoon masih berusaha tersenyum meskipun perasaan dihatinya tercampur aduk. Ada firasat yang akan dikatakan HyukJae bukanlah hal yang bagus.
HyukJae meraih pergelangan tangan JiJoon dan membawanya melintasi meja-meja berkanopi yang tertata rapi di puncak Namsan Tower. HyukJae membawanya menuju pagar penuh dengan berbagai macam bentuk gembok dengan berbagai nama tertera disana. Beberapa saat manik matanya sibuk mencari sesuatu, kemudian dengan senyum lebar ditunjuknya gembok berwarna silver dan kuning lembut yang mencolok dibandingkan yang lain dengan nama mereka tertera disana.

“Igo chagi, lihatlah. Ini milik kita, dan masih tetap disini.”

“Ah, benar. Ini milik kita, sudah sangat lama aku tidak melihatnya. Tentu saja masih ada disini, bukankah kita sudah membuang kuncinya? Jadi tidak akan ada yang bisa membukanya, gembok ini akan ada disini selamanya. Sampai pagar ini rusak karena terlalu banyak dan lama menahan beban, benarkan?” Jijoon terkekeh lembut. Pipinya memerah menyadari HyukJae kini sudah memeluknya dari belakang dan menopangkan dagunya pada bahu JiJoon. Menghirup dalam aroma khas yeoja itu dan berkata pelan tepat ditelinganya.

“Jadi, bisakah kau seprti gembok itu chagi? Menungguku dengan sabar dan setia sampai aku kembali nanti.”

“Apa maksud perkataanmu oppa?”

“ Aku ingin kau menungguku, chagi.”

“Menunggumu?” JiJoon menepiskan lengan hyukJae yang melingkari perutnya dan berbalik cepat menghadap namja itu.

“Bisakah Oppa menjelaskan semuanya, oppa tau aku tidak suka hal seperti ini!” HyukJae menggeser tubuhnya memperkecil jarak antara dirinya dan Jijoon, kemudian menelusurkan jemarinya pada rambut lembut kekasihnya yang dibiarkan terurai bebas hari itu.

“Aku mendaftar wajib militer sedikit lebih cepat dari yang kita rencanakan.”

“ Mwo? Oppa  sedang menggodaku sekarang? Ini tidak lucu!” sergah JiJoon mulai diliputi kecemasan.

“Nde, aku tahu aku harus membicarakannya denganmu. Hanya saja aku tahu banyak yang sedang kau pikirkan jadi aku pikir lebih baik memberitahumu saat semuanya sudah siap.”

“Apakah aku terlihat lebih baik sekarang?” JiJoon menaikkan dagunya, berusaha menghalau airmata yang siap mengalir.

“Chagi, semua ini kulakukan agar aku bisa bersamamu secepatnya. Aku ingin menghabiskan hidupku bersamamu. Jadi __”

“Cukup Oppa, aku tahu hari itu akan datang. Hari dimana oppa menjalanakan tugas sebagai warga negara yang baik. Lalu bagaimana denganku? Apa yang harus kulakukan?”
Keduanya kemudian hanya terdiam, saling menyelami hati masing-masing. Tidak sepatah katapun keluar dari bibir mereka hanya suara angin yang menderu di ketinggian Namsan Tower.

“Jadi kapan Oppa akan pergi?” ujar JiJoon pelan pada akhirnya.

“4 hari lagi.” sesal HyukJae menatap JiJoon merasa bersalah, HyukJae tidak tahan melihat JiJoon menangis.

“4 hari lagi? Itu adalah hari ulang tahunmu” ujarnya lirih menahan airmatanya. Dan kini air mata sudah menggenang di mata JiJoon, siap untuk runtuh.

“Wae? Apa salahku, sampai oppa melakukan ini eoh?” Jerit JiJoon kesal. Emosinya menjadi, pendaftaran militernya adalah hal yang bisa dimaafkan karena itu adalah kewajibannya. Namun menyembunyikan semuanya dan memberitahunya dihari-hari terakhir adalah hal yang sangat tidak lucu.
HyukJae menahan lengan JiJoon berusaha menangkan yeoja mungil itu. “Chagi, aku tidak pernah berpikir hari itu akan datang dihari ulangtahunku. Seandainya aku bisa aku ingin berada ditengah keluarga, teman dan tentu saja bersamamu.”

“Oppa, jadi untuk apa aku ada disampingmu? Oppa benar-benar jahat, kau sangat menyebalkan.”

“Maafkan aku chagi, karena itu sebelum aku pergi aku ingin __”

“Bawa aku pulang..” sahut JiJoon pendek memotong ucapan HyukJae.

“Chagi dengarkan perkataanku sebentar.”

JiJoon menggeleng dan merenggut tangannya dari genggamana HyukJae. “Baik, aku bisa pulang sendiri. Oppa, tidak perlu mengantarku.” ujarnya dingin.

“Arrseo.. Baiklah, aku mengerti. Aku akan mengantarmu sekarang.” HyukJae sangat putus asa dengan sikap keras kepala JiJoon yang kadang muncul. Dan saat sifat buruknya muncul tidak ada yang bisa dilakukannya selain mengalah dan menuruti ucapan yeoja manis itu.

JiJoon berjalan cepat mendahului HyukJae, mencengkeram tali handbagnya kuat-kuat sampai jari-jari tangannya memutih. Saat ini dia menggantungkan kekuatannya disana, dia tidak ingin menangis. Tapi tetap saja cairan bening itu membandel dan turun melewati pipinya. Kakinya terasa lemas dan bergetar, tubuhnya masih belum juga pulih dari syok terapi yang diberikan HyukJae lewat kabar pendaftaran militernya. Beberapa kali JiJoon berjalan terhuyung dan hampir terjatuh karena highhellsnya, namun dengan tegas yeoja itu menolak HyukJae yang berusaha menopangnya.

Suasana di dalam mobil sangat berbeda dengan suasana keberangkatan mereka, kini terasa suram dan dingin. Tidak ada celotehan riang JiJoon atau gelak tawa sepasang kekasih itu. Tidak ada juga tawa khas HyukJae yang terdengar saat dia berhasil menggoda JiJoon. Seperti biasa JiJoon duduk disebelah HyukJae yang mengemudi mobilnya, namun kebanyakan yeoja itu membuang wajahnya menghadap ke jendela disisinya jika biasanya dia akan menatap HyukJae sepuas-puasnya. Dia sedang tidak ingin memandang wajah HyukJae, dia bisa melihat rasa bersalah dalam setiap pandangan matanya. Namun entah, rasanya kali ini terlalu berlebihan.

“Dia akan meninggalkanku hampir selama 21 bulan dan dia menyembunyikan semuanya dariku? Tidak tahukah dia, aku akan hancur jika sesuatu terjadi padanya?” batin JiJoon kesal.

HyukJae sesekali melirik memperhatikan JiJoon, jelas sekali tergambar diwajah JiJoon kekecewaan dan kesedihan mungkin juga kemarahan. HyukJae menggerakkan sebelah tangannya yang sedari tadi menggenggam erat kemudi mobilnya menyebrangi jarak antara mereka berdua dan meraih tangan JiJoon yang berada dipangkuan yeoja itu. Sontak JiJoon menoleh ke arah HyukJae.

“Maafkan aku..” HyukJae memandang JiJoon dengan pandangan lembut penuh cinta yang selalu disukai JiJoon. JiJoon ingin menggerakkan tangannya lepas dari genggaman HyukJae tapi dia tidak mampu. Dia kemudian hanya memalingkan kembali kepalanya menatap jendela disampingnya dan menangis diam-diam. Hangat, tangan HyukJae selalu hangat menggenggam tangannya.

“Bagaimana aku bisa bertahan jika kau harus pergi? Aku belum mempersiapkan apapun, aku tidak memiliki apapun untuk bertahan selama kau pergi” telan JiJoon dalam hati. JiJoon tidak mampu membanyangkan hidup tanpa namja itu selama hampir 2 tahun, sementara tidak ada yang bisa menjamin namja itu akan kembali dengan baik-baik saja.

==OooO==

“Blamm”  JiJoon membanting keras pintu kamarnya melampiaskan semua emosinya, membuat jendela dan beberapa gantungan lukisan yang foto dikamarnya bergetar. Mungkin tanpa sengaja dia sudah melepaskan beberapa mur pintu dan jendela dengan kekuatannya. HyukJae tertunduk lesu didepan pintu kamar JiJoon, yeoja itu sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya seperti biasa. Saat emosinya berada dipuncak yeoja penyuka warna kuning itu tidak akan mendengar alasan apapun.

“Jae-ya.. sesuatu terjadi?” Eomma JiJoon muncul dengan wajah cemas mendengar kegaduhan saat anak perempuannya datang. HyukJae tersenyum lemas dan menuruni tangga mendatangi Eomma JiJoon.

“Dia sudah tahu semuanya?” tebak Eomma JiJoon benar.

“Ne, eommanim. Dan JiJoonie sangat marah, seharusnya aku memberitahunya lebih awal.” HyukJae tersenyum pahit tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya untuk membuat JiJoon memaafkannya. Dia ingin 4 hari ini dipenuhi oleh banyak kenangan bersama yeoja itu yang akan memberinya kekuatan nanti.

“Tunggulah sampai marahnya reda, sebelum kau berbicara lagi dengannya. Maafkan JiJoon kami, yang kurang mengerti posisimu Jae-ya.” Eomma JiJoon menyodorkan secangkir the hangat pada HyukJae. HyukJae menyesap tehnya dan kembali teringat ucapan JiJoon padanya beberapa waktu lalu saat mereka baru mulai berkencan.

Flash Back

“Oppa tahu, aku sangat benci dengan kenyataan Oppa harus pergi selama hampir 2 tahun. Bagaimana aku bisa hidup bila setiap hari aku terus mengkhawatirkan keadaan Oppa disana?” ujar JiJoon memandang para pria berpakaian militer yang sedang melakukan pelayanan publik membersihkan salju dari jalan raya suatu hari.

“Aku akan baik-baik saja chagi, aku namja yang kuat dan tangguh eoh?”

“Arra, tapi tetap saja aku tidak terbiasa jika tidak melihat atau berbicara denganmu.”

“Kau bisa menghubungiku setiap akhir minggu, atau mungkin malah mengunjungiku di hari libur”

“Tetap saja, itu sangat berat. Dan bagaimana jika Oppa melakukan kencan buta sementara aku tidak tahu apa-apa”

“Yaa.. JiJoonie bodoh, untuk apa aku melakukan kencan buta disana disaat aku sudah memiliki yang sangat sempurna disampingku” Pipi Jijoon kembali memerah, rasa hangat menajalar naik ke pipinya mendengar ucapan HyukJae.

“Benarkah?” HyukJae menumpukan sikunya diatas meja kayu kedai taman dimana dia dan JiJoon duduk menghabiskan waktu kemudian mencondongkan sebagian tubuhnya ke arah JiJoon. Dia mensejajarkan wajahnya dengan wajah JiJoon yang masih terlihat kaget.

“Aku mencintaimu Park JiJoon, hanya mencintaimu” bisiknya lembut, kemudian mendaratkan kecupan ringan di dahi JiJoon.

“Ja.. jadi, katakan padaku jauh-jauh hari sebelum Oppa mendaftar ne? Aku harus membuat sebanyak mungkin kenanganan bersamamu, untuk mengurangi kesepianku nanti” balasnya gugup memundurkan tubuhnya menjauhi HyukJae.

Flash Back end

“Apa yang kau pikirkan, Jae-ya?” panggilan lembut eomma JiJoon membuyarkan lamuannya. Dengan gugup diletakkan cangkir tehnya hati-hati.

“Anniya, eommanim. Aku hanya sedikit teringat ucapan JiJoon beberapa waktu lalu. Pantas saja dia sangat marah”

“Waeyo?”

“Dia memintaku memberitahunya secepat mungkin rencana pendaftaranku agar dia bisa mempersiapkan semuanya, namun yang kulakukan hanya mempersiapkan kenanganku sendiri tanpa memikirkan JiJoon yang mungkin juga akan memerlukan hal yang sama.”

Eomma JiJoon bangkit dari duduknya dan menghela bahu HyukJae perlahan.

“Dia sangat marah karena dia sangat takut kehilanganmu. Dia takut tidak bisa menemukan kekuatan untuk bertahan selama kau pergi. Bukankah itu hal yang baik? Bersabarlah, kemarahannya akan segera hilang. Kembalilah saat waktu itu datang”

HyukJae menganggukkan kepalanya ringan dan tersenyum lega. Bukan hanya JiJoon yang membuatnya nyaman berada dirumah itu. Keluarga JiJoon menerimanya dengan baik dan memperlakukannya seperti dia adalah anak kandung dari keluarga itu. Hal yang sangat sulit didapatkannya didalam keluarganya. Meskipun ayah dan ibunya sangat mencintai dan memperhatikannya, namun mereka jarang berada disampingnya memberikan cinta dan dukungannya secara langsung. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya dengan perjalanan-perjalanan bisnis dari pada berkumpul bersama keluarga.

==OooO==

JiJoon melemparkan handbagnya sembarangan dan melemparkan tubuhnya kesal ke tempat tidur empuknya. JiJoon belum juga bisa mencerna apa yang diinginkan HyukJae dengan menyembunyikan rencana kepergiannya dan baru memberitahunya beberapa hari menjelang keberangkatannya. Seharusnya hari ini menjadi hari yang menyenangkan, pergi melihat bunga sakura bermekaran adalah hal yang menyenangkan untuk mereka berdua. Berlama-lama berdiri bergandengan tangan dibawah pohon sakura yang berbunga dan membiarkan guguran kelopak sakura jatuh menghujani mereka, membentuk siluet yang mereka sebut itu sempurna seperti biasanya. Tapi berita itu merubah harinya hancur berantakan, bukan hanya bayangannya untuk menikmati sehari itu penuh hanya dengan dirinya dan HyukJae. Namun juga rasa percaya dirinya, rasa percaya diri bahwa HyukJae sudah mempercayainya untuk menceritakan semuanya. Tidak menyembunyikan apapun darinya. Seakan semuanya menjadi semu dalam sekejap, jalan yang dulu terlihat jelas ditapakinya 
bersama HyukJae kini terlihat kabur.

JiJoon membalikkan badanya menatap langit-langit kamarnya yang berhias bintang-bintang yang akan memancarkan pendar saat tidak ada cahaya dikamarnya. Bintang-bintang itu adalah ide HyukJae untuk menyelamatkannya dari ketakutannya. Benda itu susah payah ditempelkan HyukJae dihampir seluruh permukaan langit kamarnya, untuk berjaga-jaga saat listrik padam tiba-tiba pada malam hari. JiJoon tidak tahan dengan gelap, serangan rasa panik yang berlebihan selalu datang saat dirinya terjebak dalam gelap. JiJoon kemudian bangun dan berdiri disamping jendela besar tidak jauh dari tempat tidurnya, matanya melihat kebawah. Memperhatikan HyukJae yang kini tengah berpamitan pada eommanya dan melihat ke atas berusaha mencarinya sebelum akhirnya menyerah dan naik ke mobilnya. Air matanya kembali mengalir saat mobil namja itu menghilang dari pandangannya.

“Kali ini kau mendorongku terlalu jauh Oppa” ujar JiJoon tidak berharap HyukJae akan mendengarnya.

“Joonie-ya” panggil Eomma JiJoon terdengar menaiki tangga menuju kamarnya. JiJoon tidak menjawab, masih terisak menelungkupkan tubuhnya diatas tempat tidurnya.

“Joonie-ya, gwaenchanha?” tanya Eommanya pada akhirnya setelah duduk di tepi tempat tidurnya. Tangannya mengelus lembut rambut tebal JiJoon yang sama persis seperti miliknya dulu saat seusia JiJoon. 
Pertanyaan retoris Eommanya makin membuat yeoja itu terisak.

“Bagaimana aku baik-baik saja eomma?” keluh JiJoon beranjak duduk menghadap eommanya, yang tersenyum lembut menatapnya.

JiJoon merebahkan tubuhnya dan memposisikan kepalanya berada dipangkuan Eommanya. “Apa yang membuatmu begitu marah em? Itu adalah kewajibannya bukan?”

“Iya itu adalah kewajibannya, tapi dia berjanji untuk memberitahuku secepatnya bukan seperti ini.” jawab JiJoon mengerucutkan bibirnya. Kadang dia berpikir siapa sebenarnya anak Eommanya? Seringkali Eommanya terasa lebih membela HyukJae dari pada dirinya.

“Eomma melakukannya lagi” JiJoon makin mengerutkan keningnya.

“Apa?”

“Eomma lebih membela HyukJae Oppa. Aku anak eomma bukan dia, kenapa tidak membelaku saja dan memarahi namja itu dengan keras. Jadi dia tidak membuatku kesal seperti ini.”

Eomma JiJoon tertawa mendengar protes dari anaknya itu. “Tentu saja kau anak kesayangan Eomma, Eomma hanya berusaha memperlakukan orang yang dicintai anak kesayanganku dengan baik. Bagaimana kalau eomma bersikap galak dan HyukJae tidak mau lagi menemuimu? Kau mau eomma bersikap galak em?” ujarnya masih terkekeh geli membelai rambut anaknya.

“Anniya, tentu saja tidak. Eomma?”

“Emm?”

“Bagaimana aku bertahan tanpa HyukJae Oppa selama itu?”
Eommanya terdiam sesaat kemudian menghela nafas panjang. “Jadi itu yang kau khawatirkan? Appamu juga sering meninggalkan eomma berhari-hari untuk bekerja.”

“Itu tidak sama eomma.. Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi selama dia bertugas?”

“Bagaimana juga kalau terjadi sesuatu pada Appamu selama dia dalam perjalanan?”
JiJoon terdiam berusaha mencerna apa yang dikatakan eommanya.

“Itu bukan hal yang bisa kau atur, apapun bisa terjadi dimanapun dan kapanpun. Yang bisa kau lakukan hanya mempercayainya dan selalu berdoa untuknya. Jangan membuatnya semakin berat meninggalkanmu, dia sudah membuat keputusan terbesar saat dia memutuskan untuk pergi. Arraseo?”

“Ne, eomma.”

“Baiklah, kau ingin makan sesuatu? Eomma akan pergi keluar sebentar.” tanyanya sembari mengecup dahi putri kesayangannya itu.

“Anniya, aku hanya ingin tidur”. Eomma JiJoon mengangguk dan beranjak meninggalkan kamar putrinya yang didominasi warna kuning lembu dan shocking pink.

“Eomma!!” seru Jijoon menghentikan langkah eommanya.

“Belikan aku permen kapas, banyak permen kapas” ujarnya tersenyum.

==OooO==

HyukJae menghela nafasnya lesu, sudah 2 hari ini JiJoon tidak menghiraukan telepon dan smsnya. Dalam bayangannya beberapa hari ini akan diisinya dengan hari-hari bersama yeoja manis yang sangat dicintainya itu dan juga bersama keluarganya. HyukJae masih memegang handphone ditangannya, entah berapa ratus pesan yang dikirimkannya kepada JiJoon namun tidak satupun dibalasnya dan tanpa putus asa berusaha meneleponnya. Namun hasil yang didapatinya malah JiJoon memilih menonaktifkan handphonenya.
HyukJae melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Belum terlalu malam untuk mengunjungi rumah seseorang menurutnya. Segera disambarnya kunci mobil diatas meja dan jaket yonsei berwarna biru tua hadiah dari JiJoon saat yeoja itu pergi ke berlibur bersama keluarganya beberapa waktu lalu. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya, ini adalah hari terakhirnya. Besok dia sudah harus pergi.
HyukJae sudah beada di halaman rumah JiJoon beberapa menit kemudian, dengan sabar menunggu setiap detik yang berlalu sampai JiJoon bersedia menemuinya. Hatinya sedikit yakin, saat eomma JiJoon berjanji akan membuat JiJoon menemuinya.
Setengah jam kemudian HyukJae dikagetkan suara JiJoon yang menghempaskan tubuhnya disofa yang ada disampingnya.

“Chagii, bogoshippo. Sangat senang bisa melihatmu.” ujar HyukJae yang hanya dijawab dengan pandangan acuh oleh JiJoon. Yeoja itu memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan berusaha menyembunyikan wajahnya dari HyukJae. Dia sangat benci dengan kenyataan bahwa matanya akan berubah seperti perpaduan antara mata ikan maskoki dan panda saat dia terlalu banyak menangis. JiJoon tidak peduli apa pendapat orang lain tentangnya, tentang gaya berpakaiannya, tentang makeupnya namun dia akan berubah menjadi  sangat peduli saat orang itu adalah HyukJae.

“Kau masih marah?” Yeoja itu masih diam memandang ruang kosong.

“Kau pasti banyak menangis, matamu memerah dan pasti kau juga tidak tidur dengan cukup.” keluh HyukJae memperhatikan wajah JiJoon seksama. Rasa marah menggelegak hebat dalam hati JiJoon.

“Menurutmu apakah aku bisa tidur dengan baik?” sentak JiJoon dengan suara dingin.

“Aku tahu aku melakukan kesalahan, chagi. Tapi dengarkan dulu penjelasanku.”

“Aku membawamu ke Namsan Tower selain ingin menceritakan semuanya padamu, ada hal lain juga yang ingin kulakukan disana.” HyukJae menatap JiJoon yang masih memalingkan pandangannya darinya. Dia 
merogoh saku jaketnya dan mengelurkan sebuah tiffany box. Semua yeoja pasti tahu apa yang ada dalam 
kotak itu.

“Chagi, igo.. aku ingin memberikan ini padamu..” HyukJae menghela lembut dagu JiJoon memaksanya memandangnya. Sesaat nafas JiJoon tercekat, kotak itu ada dihadapannya sekarang. Tidak tahu haruskah dia merasa semakin sedih atau senang.

“Chagi-ya, Park JiJoon yeoja yang sangat kucintai” HyukJae kini berlutut dihadapan JiJoon menggenggam tangannya. JiJoon mengerjapkan matanya menahan air matanya yang akan mengalir, dia tahu apa yang akan dikatakannya setelah ini.

“You’re the most perfect one for me. You are the only one that can complete my life. Our love was so perfect. You know I love you more than my self. I know its not the most perfect time to ask this, because i ruin the time I supposed to ask this to you.” JiJoon menahan nafasnya saat HyukJae berhenti sejenak mengambil nafasnya dalam-dalam.

“Park JiJoon, would you marry me? whould you be my only wife?” kata-kata itu akhirnya meluncur dari bibir HyukJae. Air mata JiJoon kini benar-benar jatuh.

“Nappeun, kenapa kau mengatakannya sekarang eoh?” Tangis JiJoon pecah dalam pelukan HyukJae. Tidak bisa dipungkiri, JiJoon sangat merindukan HyukJae. Tentu saja Jijoon masih sangat mencintai HyukJae, dan sekarang berada dalam pelukan namja itu makin membuatnya sadar dia sangat merindukan namja itu. Dia berada disana dalam pelukan HyukJae dan merasa nyaman menumpahkan semua sisa airmata yang ditahannya.

“Mianhae chagi, aku mencintaimu.” bisik HyukJae menggecup puncak kepalanya dengan sayang. Entah kekuatan apa yang membuat Jijoon melepaskan pelukannya dari HyukJae dan menarik dirinya menjauh.

“Kau mau menerimanya?” tanya HyukJae penuh harap.

“Molla, aku tidak tahu Oppa.” jawab JiJoon dengan suara serak. HyukJae menunduk, menyesali semua yang dilakukannya tidak berjalan seperti yang diharapkannya.

“Baiklah” ujar HyukJae dengan suara bergetar. JiJoon terkejut  melihat melihat buliran bening airmata jatuh, menuruni pipi tirus namja itu.

“Ini adalah terakhir kalinya kau melihatku sebelum aku pergi. Mungkin besok kepalaku sudah akan menjadi botak sehingga aku tidak lagi tampan” Namja itu berusaha tertawa menghibur dirinya sendiri.

“Tidak peduli berapa lama waktu yang kau butuhkan aku akan menunggumu! Cincin inilah yang kuharapkan bisa memberimu kekuatan saat aku tidak disampingmu, cincin itu yang kuharap akan selalu menghidupkanku dalam hatimu.”

HyukJae bangkit dari duduknya, mendekati JiJoon. Menghapus air mata yang mengalir dipipi chubbynya dan memeluknya erat.

“Jaga dirimu baik-baik chagi, aku akan menunggumu. Aku pergi..” bisik HyukJae terisak ditelinganya.
JiJoon masih saja duduk mematung dengan tiffany box ditangannya. Entah berapa lama sejak HyukJae pergi meninggalkannya dia masih duduk disana tidak berubah sedikitpun.

==OooO==

Dengan dua tangannya JiJoon melindungi matanya dari sinar matahari yang mengusik tidurnya. Kepalanya terasa sangat sakit, menangis semalaman memang bukanlah hal yang baik. JiJoon memicingkan matanya dan 
kemudian barulah dia sadar Appanya yang membuka tirai dikamarnya.

“Oh, Appa.. kapan Appa pulang?”

“Kau tidak ingat Appa yang menggendongmu naik ke kamarmu eoh?” Appa JiJoon memeluknya erat.  JiJoon tersenyum malu.

“Kau tidak ikut bersama kami?” Appa dan Eomma JiJoon tentu saja akan pergi mengantar HyukJae masuk ke kamp militernya. JiJoon menggeleng lemah.

“Kau tahu apa yang dilakukan eomma saat appa pergi ke kamp militer dulu?” JiJoon kembali menggeleng.

“Eommamu mengirim banyak sekali surat pada Appa sampai Appa selalu merasa eommamu berada di samping Appa. Eomma juga menangis berhari-hari sepertimu saat mengetahui Appa harus pergi.” Appa JiJoon terkekeh mengusap kepala anaknya lembut.

“Percayalah pada ucapan Appamu ini, emm? Semua akan baik-baik saja, susul kami jika kau merasa itu adalah pilihan yang tepat. Bukankah hal yang sayang jika cincin sebagus itu hanya dibiarkan tergeletak disana? Cha.. kami pergi ne?”

JiJoon masih duduk termangu mendengar ucapan Appanya, apakah semua yang dikhawatirkannya terlalu berlebihan? Saat seorang namja menangis karenamu, bukankah itu tanda dia sangat mencintaimu? JiJoon segera bangun dan menyambar handuknya menuju kamar mandi.

JiJoon memeriksa makeupnya sekilas sebelum dia pergi. Dia mengenakan dress selutut berwarna peach lembut dengan aksen renda dibagian dadanya dan highhells berwarna senada. Hatinya berdebar saat dia mengenakan cincin yang diberikan HyukJae padanya, kemudian dia tersenyum memandang cincin yang sekarang tersemat manis dijari manisnya.

==OooO==

HyukJae berulang kali menoleh mencari sosok JiJoon diantara orang-orang yang datang mengantar anggota keluarga mereka masuk ke kamp militer. Kedua orangtuanya sedang berbincang hangat dengan keluarganya.

“Benarkah JiJoon tidak akan datang? Benarkah yeoja itu mengakhiri semuanya seperti itu?” HyukJae tertunduk lesu, hampir saja dia kembali meneteskan airmatanya lagi.

“HyukJae sshi” sebuah suara yang sangat dikenal HyukJae memanggilnya ditengah riuh suara orang bercakap-cakap.

“Lee HyukJae sshi” suara itu kembali memanggilnya dan kali ini dia mencium  harum aroma lavender lembut  yang sangat dirindukannya. Seperti mimpi HyukJae melihat Jijoon berdiri tidak jauh dihadapannya.

“Chagii, kau datang?” JiJoon tersenyum dan menganggkat tangannya memamerkannya pada HyukJae.

“Igo.. kau lihat ini? Jangan pernah berusaha melakukan kencan buta eoh? atau aku akan datang menghajarmu dengan tanganku sendiri” ancam JiJoon mempoutkan bibirnya.

“Chagii, jadi kau __” HyukJae tidak meneruskan ucapannya saat JiJoon datang memeluknya dan mengeratkan pelukannya padanya.

“I will Oppa. Aku bersedia menjadi istrimu. Aku akan menunggumu disini, tepat 21 bulan kemudian.” JiJoon mengecup pipi HyukJae sanyang.

“Ne, tunggulah aku. Dan selama itu, jangan berani melirik namja lain. Arraseo?” JiJoon tertawa melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan HyukJae.

“Saengil Chukkae Oppa.. aku tidak tahu harus menyebut hari ini sebagai hari yang menyenangkan atau menyedihkan bagiku.”

“Gomawo chagii, bagiku ini adalah hari ulangtahunku yang tidak terlupakan. Kado terindah untukku saat kau bersedia menjadi milikku. Saranghae”

“Nado saranghae, Oppa-ya. Aku akan mengirimkan banyak surat padamu dan akan selalu ada disini saat hari liburmu tiba. Maafkan aku, membuat hari sebelum keberangkatanmu sedikit kacau” ujar JiJoon serak, dia menahan airmatanya sekuat mungkin. Di hari keberangkatan HyukJae, dia tidak ingin lagi ada airmata yang jatuh. Dia akan tersenyum, agar namja itu membawa ingatan akan senyumannya selalu bersamanya. Bukan kesedihan.

JiJoon memeluk Appanya melihat keberangkatan namja yang dicintainya. Meskipun penampilannya berubah namun baginya semuanya masih tampak sama, senyum gummynya, pandangan penuh cintanya padanya, dan perhatiannya semuanya masih tampak sama.

“Aku akan menunggumu, cepatlah kembali dengan selamat Oppa-ya”

~~END~~

1 comment:

  1. kya..kya..^o^.. sweetttt... gmn kalo hyuknya wamil beneran yakkk? mau donk dilamar kekekeke

    #ngarep.com
    padahal udah kekeke :P

    ReplyDelete