Tuesday, December 16, 2014

One Shoot FF [ Your Jelousy] by. Mrs Lee



Title                : Your and My Jelousy
Author            : Mrs. Lee
Cast                : Lee Hyuk Jae
                           Park Ji Joon (OC)
                          Jung Hyun Hoon (OC)
Genre             : AU, Comfort, a little bit sad
Rated              : PG-13
Length            : One Shoot


Story Begin 

Cupcake!” seru seorang pria dengan wujud sempurna-menyerupai aktor Hollywood-kepada seorang gadis yang tengah memegang sebuah kertas putih. Gadis itu masih belum sadar jika yang dimaksud dengan cupcake adalah dirinya, dia masih saja dengan teliti melihat setiap orang yang keluar dari pintu kedatangan internasional sore itu.

CHOI SIWON. Nama itulah yang sengaja ditulis Ji Joon dengan ukuran cukup besar. Mustahil jika dia tidak mengenali teman kecilnya itu. Karena Siwon memiliki aura yang terlalu kuat untuk diabaikan bahkan sejak dia masih harus mengenakan popok.

“Hei, bodoh! Siapa yang kau cari?” seseorang berdiri begitu dekat dan hanya dibatasi oleh waiting line bandara yang super tipis. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah berdiri menjulang menghalangi pandangan. 

Benarkah pria itu memanggilnya? Oh, bagus. Apakah dia Choi Siwon? Damn! Dia paham benar temannya itu memiliki bakat menjadi pria yang sangat tampan, tapi haruskah dia setampan ini sekarang? Jika diingat baru  tahun lalu dia tidak bertemu secara langsung dengan Siwon, sekarang aura ketampanannya berkali lipat jauh lebih terpancar. Tuhan mengatur komposisi wajah Siwon begitu sempurna. Alis yang tegas, mata yang bersinar bersemangat, hidung runcing dan... God! Bahkan lesung pipi itu melengapi semua kesempurnaan ragawinya.

Cupcake! Sampai kapan kau mau memandangiku seperti itu? Sama sekali tidak berubah,” omel Siwon dan tanpa aba-aba langsung saja memeluk gadis itu, sedangkan para wanita yang sedari tadi memandangi mereka semakin menghujani Ji Joon dengan tatapan mendamba. Berharap mereka akan mendapatkan jatah pelukan yang sama. Siwon memang sudah akrab dengan dengan kehidupan bebas yang dijalaninya Amerika, sedangkan Ji Joon terpaksa harus  menahan nafas dengan pipi merona karena tidak terbiasa dengan perlakuan itu. 

“Hey, sial! Dia sahabatmu, Park Ji Joon! Tidak seharusnya kamu bereaksi seperti sedang dipeluk kekasihmu,” seru alam bawah sadar Ji Joon. Tapi siapa yang bisa menolak pesana seorang Choi Siwon? Perasaan bangga pun menyeruak tanpa bisa disembunyikan lagi. Semua orang sedang memperhatikannya dipeluk oleh jelmaan aktor Hollywood, seperti Siwon.

Anyway, tuan Choi Siwon. Bisakah berhenti memanggilku cupcake? Aku bukan lagi anak-anak,” dengus Ji Joon setelah akhirnya terbebas dari pelukan Siwon. 

Siwon menaikan salah satu alis, untuk menyatakan rasa heran. Mereka sudah berteman hampir seumur hidup Ji Joon.  Selain sang ayah, Siwon adalah pria pertama  yang sudah ada dalam hidupnya sejak hari pertamka dia dilahirkan. Ayah dan Ibu mereka sudah bersahabat sejak lama, jadi bukan hal yang aneh bila keduanya sudah seperti keluarga. 

Siwon sudah memanggilnya dengan sebutan cupcake sejak Ji Joon berusia sekitar empat tahun. Hari itu Siwon kecil mendapatkan hukuman berat dari ibunya, karena melenyapkan satu box cupcake untuk hidangan pesta. Kotak cupcake itu sudah berpindah ke tangan Ji Joon . Dengan berbinar gadis itu menerima pemberian yang sangat disukainya. Meskipun sembari menahan rasa sakit di pantat akibat hukuman sang ibu, Siwon dengan senang hati memperhatikan Ji Joon lahap menikmati cupcake-nya. Dengan tubuh mungilnya, dia mampu menghabiskan lebih banyak cupcake dari pada Siwon yang berusia empat tahun lebih tua. Sejak saat itulah Siwon memberikan nama panggilan cupcake untuk Ji Joon dan dari apa yang diingatnya gadis itu sama sekali tidak pernah protes.

Whatever, untukku kau tidak berubah.You are a baby.”

“Ya benar, tuan pintar. Pernahkah kau melihat bayi memakai bra dengan ukuran cup B?”
Glek. Siwon menelan ludahnya panik. Ya, ini Ji Joon sahabatnya. Gadis gila yang terlalu polos dan terkadang cenderung gila.


“Bodoh! Apakah kau harus mengatakannya didepan umum?” Ji Joon hanya menyeringai dan menarik salah satu koper Siwon keluar dari area itu. Ji Joon dengan sengaja merapatkan tubuhnya pada Siwon yang tengah berjalan santai dengan sebelah tangan merangkul bahunya. Perhatian orang-orang ini perlu dimanfaatkan dengan baik. 

Keduanya tampak serasi berjalan beriringan. Apakah mereka memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat? Sudah pasti mereka akan serempak menjawab tidak. Mungkin dulu hal itu pernah terjadi, saat keduanya masih sangat muda. Tapi kemudian, Siwon dan Ji Joon memutuskan untuk menjalani hubungan sebagai teman yang sangat baik sejak saat itu.

“Apakah Bibi tahu kau akan datang hari ini?” 

Siwon menggeleng sembari serius memasangkan seat belt Ji Joon. Seperti yang sudah menjadi kebiasaan, Siwon tidak akan pernah membiarkan Ji Joon mengemudi saat dia berada di sana. Selama Siwon berada di Seoul, Ji Joon akan mendapat perlakuan istimewa.

How dare you not letting her know?” jerit Ji Joon yang membuat Siwon otomatis menjauhkan kepala sebelum organ pendengarannya rusak.

Hei, easy girl. They are too busy to care weather i will come or not,” dengus Siwon mendorong kepala Ji Joon perlahan dengan telunjuknya, “as always. I come for you dear.” 

Mata Ji Joon melebar bersiap memarahi pria itu panjang lebar. Tapi melihat sorot mata Siwon yang meredup seketika Ji Joon menahan diri. Memang sejak dulu Siwon lebih dekat dengan ayah dan ibu Ji Joon dibandingkan dengan orang tuanya sendiri. Kedua orang tua Siwon terlalu sibuk, bahkan di hari libur. Ayahnya memiliki puluhan perusahaan dan ibunya memiliki posisi penting dalam pemerintahan. Bisa dibayangkan bagaimana sibuknya kedua orang tua Siwon. Selain itu kenyataan bahwa Siwon adalah anak tunggal membuatnya sangat menyayangi Ji Joon, layaknya adik kandung sendiri.

Okay, i’ll let this one go. Only this time okay? You know, i wish you’ll make up your relationship with them.”

We were fine, cupcake. We just too busy even to say hello.” Ji Joon mengangkat kedua tangan ke depan dada tanda menyerah. Siwon terlalu keras kepala dengan pendiriannya, dia hidup dengan keyakinan dan kemauannya sendiri.

“Jadi, bagaimana Amerika?” tanyanya mengubah topik pembicaraan.

Its boring. Because i can’t meet you as a person like this.” Pernyataan Siwon kali ini sukses membuat Ji Joon melayangkan pukulan ke lengannya dengan brutal.

“Kenapa memukulku? Aku serius.” Siwon tetap terlihat tampan bahkan saat dia cemberut seperti ini, “aku bosan hanya melakukan hal yang sama setiap hari. Aku merindukan masakan bibi, aku merindukan memancing bersama paman, aku merindukan bercerita segala hal denganmu, aku merindukan bertengkar denganmu.” Okay, pernyataannya kali ini cukup membungkam Ji Joon. Dia hanya diam menghela nafasnya pelahan-lahan agar tidak mengeluarkan suara dan lurus menatap jalanan dihadapannya.

“Kenapa?”

“Apa?” Ji Joon dengan polos balik bertanya, merasa tidak paham dengan maksud pertanyaan Siwon.

“Kau tidak suka aku datang?” Ji Joon, tersenyum setengah menyeringai. Mentertawakan pertanyaan Siwon yang menurutnya tidak masuk diakal.

“Untuk apa aku menunggumu selama berjam-jam jika aku tidak suka? Untuk apa ibu memasak banyak makanan hari ini? Lagi pula aku tidak pernah merasa keberatan dengan kedatangan seorang kakak laki-laki yang tampan dan kaya. Itu menguntungkanku ‘kan? Mengapa aku harus keberatan?” Siwon melirik bengis mendengar pernyataan Ji Joon padanya, namun beberapa detik kemudian dia tertawa mengacak rambut Ji Joon. Nah, hal kecil inilah yang membuatnya merindukan suasana Seoul.

“Baiklah aku tidak keberatan dengan pendapatmu itu. Lagi pula aku memang kaya dan tampan.”

***

Sementara itu dikejauhan seseorang memandangi apa yang dilakukan Ji Joon dan Siwon. Pria itu menggenggam pasport case-nya kuat-kuat. Rasanya darah dalam tubuhnya sudah menggelegak, mendidih sejak beberapa saat yang lalu. Berani sekali, pria itu memeluk kekasihnya. Juga berbicara dengan menebar kesan terlalu akrab. 

Pria itu bernama Lee Hyuk Jae atau yang akrab dipanggil Eunhyuk. Secara diam-diam dia telah menjalin hubungan dengan JiJoon sejak hampir satu tahun yang lalu. Apa yang dilihatnya saat ini, cukup memberikan efek kejut yang kuat. Ji Joon sama sekali bukan tipe gadis yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perselingkuhan.

Hyuk Jae baru saja merasa sangat tersanjung karena gadisnya itu menyempatkan diri datang ke bandara. Dia berpikir Ji Joon datang untuk menyambut seusai dia melakukan konser dengan grupnya. Fakta yang didapat sekarang adalah Ji Joon datang bukan untuk menjemputnya melainkan pria lain. Hyuk Jae akhirnya apa yang dimaksud Ji Joon dengan “aku sibuk hari ini” dalam pesannya terakhir sebelum Hyuk Jae menaiki pesawat pagi ini.

“Eunhyuk-ah, ada apa?” tanya Donghae-salah satu member grupnya-terlihat penasaran. Dia menjulurkan kepala ke kanan dan kiri ingin tahu apa yang sedari tadi diamati Hyuk Jae.

“Tidak ada,” cetus Hyuk Jae pendek kemudian merenggut tas ransel miliknya kemudian berjalan mendahului member yang lain. Dia juga mengabaikan para fans yang sudah menunggu kedatangan mereka sejak pagi tadi. Pemandangan yang baru saja dilihatnya benar-benar merusak moodnya, menghancurkannya dalam sekejap. 

Hyuk Jae seakan berharap apa yang dilihatnya hanya delusi saja. Karena Hyuk Jae sangat tahu pria mana saja yang berada dalam lingkup hidup kekasihnya. Pekerjaan Ji Joon disebuah event organizer terkenal sangat cocok dengan dirinya. Dia bisa mencairkan suasana dengan mudah, kepribadiaannya menyenangkan juga aktif. Bernegosiasi juga menjadi keahlian lain. Pekerjaan itu menjadi sempurna saat disejajarkan dengan hobinya travelling.

 Jadi Hyuk Jae paham dengan kehidupan sosial Ji Joon. Hanya saja yang satu ini terlihat berlebihan dan membuatnya jengkel terlebih lagi pria yang dilihatnya bersama Ji Joon sore itu sangat cocok dengan tipe ideal yang selalu diucapkan Ji Joon untuk menggodanya : tampan, tinggi, juga memiliki fashion taste yang bagus. 

Selama dalam perjalanannya pulang ke apartemen dari bandara, entah berapa kali Hyuk Jae meneriaki sang manajer yang tidak berdosa untuk mengemudi dengan benar. Perjalan pulang kali ini terasa jauh lebih lama dari biasanya. Dia ingin segera pulang lalubertemu dengan Ji Joon, karena dia tidak bisa menghubungi Ji Joon –gadis itu tidak menjawab teleponnya meskipun Hyuk Jae sudah mencoba meneleponnya mungkin hampir lebih dari  30 kali.

***

At Ji Joon’s Parents House

Aigoo, Siwon-ah. Anakku...” ucap ibu Ji Joon berulang kali sembari memeluk Siwon erat-erat. Adegan ini nampak seperti seorang ibu yang baru saja bertemu putra kandung yang hilang setelah bertahun-tahun. Bagi ibu dan ayah Ji Joon yang hanya memiliki seorang anak perempuan, Siwon sudah dianggapnya sebagai putra kandungnya sendiri.

“Apa eomma sehat? Eomma terlihat lebih kurus,” ujar Siwon memandangi wanita dihadapannya itu dengan tatapan mata lembut, “tapi eomma semakin cantik.” Selain tampan Choi Siwon ini juga sangat piawai meluncurkan kata manis yang membuat para wanita bertekuk lutut.

“Berhenti menggoda eomma-mu itu nak, appa tidak segan-segan memukulmu kalau kamu berniat merayu kekasihku.” Ayah Ji Joon menginterupsi adegan ibu dan anak yang mulai terlalu manis itu. 

Kedua pria itu saling berpelukan dan terlibat pembicaraan yang menurut Ji Joon dan ibunya membosankan. 

Bisnis. 

Siwon melanjutkan studinya ke luar negeri bukan tanpa alasan. Ayah Siwon memberikan sebuah perusahaan di Amerika untuk mulai dikelola oleh penerus kerajaan bisnisnya itu. Beliau berpikiran, sebelum kelak Siwon akan menggantikan posisi memimpin semua perusahaan yang dimilikinya maka paling tidak dia harus mulai belajar mengelola mulai dari nol.

“Apa kau melakukan pekerjaan bagus disana?” Tuan Park menepuk bahu Siwon hangat,  matanya telihat berbinar bangga.

“Tentu saja, Appa. Selain tampan kepandaianku juga tidak perlu diragukan. Bukan begitu Joon-ie?” Ji Joon seketika mengernyit jijik mendengar Siwon mulai kambuh memuji-muji dirinya sendiri. Walaupun dia sebenarnya juga merindukan kehadiran Siwon untuk membuat mood dalam rumahnya semakin ceria.

“Kau mau mati eoh? Berhenti memuji dirimu sendiri,” omel Ji Joon yang segera mendapat hadiah pukulan dari ibunya. Sedangkan Siwon terlihat sangat menikmati perhatian kedua orang tua Ji Joon. 

Nyonya Park segera menggiring dua anaknya itu menuju ruang makan yang sudah penuh dengan makanan. Ji Joon mulai mencibir bahwa pada hari ulang tahunnya, makanan yang dimasak tidak sebanyak itu. Tapi acara protes itu tidak berlangsung lama. Dia dengan patuh beranjak duduk dan mulai makan dengan lahap. Begitu juga dengan Siwon, pria itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa menikmati masakan rumahan yang begitu dirindukan selama setahun ini. Makan malam keluarga Park terasa benar-benar meriah dan hangat, Ji Joon merasa berterimakasih  pada Siwon yang membuat orang tuanya begitu bahagia malam itu. Tentu saja hanya dalam hati. Dia tidak sudi mendengar pria itu, menyombongkan diri selama berhari-hari.

Setelah makan malam, Ji Joon dan Siwon menikmati masing-masing satu cangkir kopi sambi menghadap kebun bunga kecil yang selalu di rawat oleh Nyonya Park. Cuaca malam itu sangat indah, lengkap dengan bintang yang berkelip di langit malam Seoul. Angin semilir di pertengahan musim panas, terasa menyegarkan menyentuh kulit lengan Ji Joon yang terbuka. Siwon duduk menyilangkan kaki jenjangnya sambil sesekali menyesap kopi.

“Jadi, besok apa kau siap membawaku berkeliling?” Ji Joon menoleh ke arah Siwon yang duduk tepat disebelahnya, kemudian mengangguk. Sudah menjadi tugasnya untuk menjadi pendamping pria itu selama dia berkunjung ke Korea.

“Aku harap kau sudah mempersiapkan perjalanan yang menyenangkan untukku, Nona Park.” Siwon terkekeh lantas cepat menghindar menyadari Ji Joon berniat melemparkan  cup kopi yang sedetik lalu masih menempel dibibirnya.

“Maaf tuan Choi bodoh, aku bukan sekertarismu.”

“Bodoh? Apa kau tidak pernah mendengar tentang kakakmu yang menjadi pengusaha muda paling berpengaruh dua tahun belakangan ini?”

“Shhh... berisik. Kau mulai lagi memamerkan dirimu.”

“Ah, bagaimana ini... Aku memang harus selalu melakukan di depanmu, mengingat  hanya adik kecilku ini yang tidak tahu kehebatanku.”

“Ya Tuhan, tolong hentikan pria ini,” desis Ji Joon melirik Siwon dengan ekspresi kesal.

“Ah, aku harus menagih janjimu.” Ji Joon mengalihkan perhatian dari cangkir kopinya, sambil mengerutkan keningnya. Dia berdoa dalam hati agar dia tidak mengucapkan janji yang tidak masuk diakal seperti tahun-tahun sebelumnya. Siwon akan memaksa melakukan hal-hal konyol yang dipikirnya hanya gurauan tidak berarti.

“Kau lupa? Kau berjanji akan memperkenalkan kekasihmu padaku.” 

Jadi hanya mengenalkan kekasih, Ji Joon menghembuskan nafas lega. Jadi tahun ini bukan berkeliling dengan kostum sapi atau mengenakan piyama ke pusat perbelanjaan. Ji Joon mengagguk, karena itu bukan hal yang sulit dan memang dia sudah berniat mempertemukan dua  orang yang sangat penting dalam hidupnya itu. 

Oh tapi tunggu, berbicara mengenai kekasih, Ji Joon seperti merasa melupakan sesuatu. Dia terdiam selama beberapa detik kemudian melompat dari sofa yang tengah didudukinya,. Dia tergesa meletakkan cangkir kopi dan menghilang kedalam rumah dengan kecepatan yang luar biasa.

Damn it! Aku dalam masalah besar!” jeritnya beberapa saat kemudian menghempaskan tubuhnya di sebelah Siwon, kali ini dengan handphone berwarna putih yang selama seharian ini terabai.

Whats wrong? tanya Siwon tanpa mengalihkan perhatiannya dari handphone dalam genggamannya, dia sedang asyik memainkan game. Dia memilih mengabaikan umpatan Ji Joon. 

Ji Joon merasa bersalah dengan berpuluh-puluh panggilan yang berasal dari kekasihnya, juga pesan yang masuk ke dalam handphone. Ji Joon sama sekali lupa dengan kemungkinan bahwa kekasihnya akan heran karena dia menghilang seharian tanpa memberinya kabar apapun. Terlebih lagi hari ini Hyuk Jae baru saja kembali dari konser di luar negeri. Seharusnya saat ini Ji Joon bersama Hyuk Jae. Mendengarkan dia bercerita panjang lebar seperti yang selalu dilakukan.

“Dia mencariku seharian ini, tapi aku meninggalkan handphone-ku dalam tas dan sama sekali tidak menyentuhnya lagi semenjak kau datang.”

Easy baby, call him.” Ji Joon menggigiti bagian dalam bibirnya gugup. Dalam kepalanya sudah nampak begitu banyak adegan yang mungkin akan terjadi.

“Dia pasti sangat marah.”

No, i guess. Dia mungkin hanya akan kecewa dan khawatir. Go, make a call.” 

Ji Joon dengan patuh menuruti apa yang dikatakan Siwon, namun percobaannya tidak memberikan hasil.  Nampaknya Hyuk Jae sudah kehilangan mood untuk berbicara dengannya,  mungkin dia sudah tertidur atau mungkin saja dia sedang melakukan hal yang lain. Satu hal yang pasti adalah Ji Joon merasa harus segera menemui Hyuk Jae. Tapi dengan tegas Siwon melarangnya. Meskipun dia terbiasa hidup dengan bebas di Amerika tapi dia tidak bisa memberikan kebebasan yang sama untuk Ji Joon. Dia tidak akan membiarkan adik perempuannya, mendatangi seorang pria pada jam seperti ini. Mereka berdebat cukup lama sampai pada akhirnya Siwon membiarkan Ji Joon pergi dengan syarat Siwon sendiri yang akan mengantarkan Ji Joon pergi.

“Aku akan menunggumu disini, jadi gunakan waktu sebaik-baiknya mengerti?” 

Ji Joon sekilas mengangguk dan segera keluar dari mobilnya. Ji Joon rasanya ingin memohon sepasang sayap pada Tuhan saat itu juga, agar dia tidak perlu berlari dengan seluruh kekuatannya seperti ini. 

Begitu sampai dengan tergesa dia menekan bel di depan apartemen Hyuk Jae yang terletak di lantai 11. Dia menunggu beberapa saat, hingga seseorang muncul dari balik pintu. Jujur saja, hal itu membuatnya kecewa. Senyuman lebar yang sudah tergambar dibibir Ji Joon mulai luntur tatkala Dong Hae yang muncul dari balik pintu.

“Oh, Ji Joon-ah. Kau datang?”

Ji Joon mengangguk sekilas, kemudian mengekor Dong Hae masuk ke dalam apartemen yang sudah biasa dikunjunginya.

“Dia belum pulang?”

“Hyuk Jae?” Ji Joon serasa ingin melempar sesuatu pada Dong Hae yang bertanya dengan ekspresi begitu polos. Pria tampan yang satu ini terkadang membuatnya jengkel dengan sikap kekanakan dan polos yang berlebihan.

Dear Lord... Yes sure! Tentu saja aku mencarinya, apakah menurutmu ada alasan lain yang membuatku datang?!” seru Ji Joon membuat Dong Hae tampak kaget kemudian malah tertawa.

“Kalian kompak sekali memarahiku hari ini. Lebih baik, segera kau temui. Hari ini moodnya benar-benar kacau. Baru saja dia meneriakiku hanya karena aku memakai bajunya.” Dong Hae melenggang untuk duduk manis di depan televisi setelah menunjukkan keberadaan Hyuk Jae yang ternyata ada dikamarnya.

Ji Joon berjalan perlahan memasuki kamar yang selalu tertata dengan sangat rapi, bahkan setelah dia melakukan perjalanan seperti ini. Ji Joon selalu saja merasa malu saat membandingkan kebersihan kamar ini dengan kamarnya sendiri. Hyuk Jae sedang duduk membelakanginya menikmati alunan musik, dia terlihat nyaman menyandarkan punggung.

“Hyuk Jae-sshi,” panggil Ji Joon perlahan. 

Hyuk Jae masih memejamkan matanya walaupun dia dengan jelas mendengar Ji Joon memanggil namanya. Perlahan dia menarik nafas dan menghembuskannya, Hyuk Jae tengah berusaha menguasai dirinya. Beberapa saat lalu dia berdiri di depan jendela besar kamar. Dia bermaksud menikmati udara malam untuk meredakan rasa marah yang tidak berhenti menggelegak dalam dirinya. Untuk sesaat, perasaan senang membuncah saat mobil Ji Joon memasuki area apartemennya. Meskipun dengan jarak yang cukup jauh dia bisa mengenali bahwa itu adalah mobil Ji Joon. Memang benar gadis itu berada dalam mobil, tapi yang membuatnya kaget adalah Ji Joon turun dari kursi penumpang. Jelas sekali, seseorang mengemudi untuknya. 

Hyuk Jae melihat Ji Joon turun dengan tergesa-gesa lalu masuk menuju ke dalam gedung. Tidak berapa lama kemudian seorang pria turun dari bagian kemudi. Hyuk Jae dengan yakin dapat menyimpulkan bahwa dia, pria yang dilihatnya di bandara sore tadi. Rasa berdebar senang dalam hatinya seperti padam seketika. Perasaan marah kembali mendominasi. Sekarang Ji Joon berada dalam jangkauan yang sangat dekat. Gadis itu menyebut namanya dengan suara lembut. Dan sial! Dia sekarang membelai pipinya.

“Oh, sayang. Kau datang?” ucapnya dengan suara parau yang dibuat seakan dia baru saja bangun tidur.

“Kau lelah, Hyuk Jae-sshi? Aku menghubungimu berkali-kali, tapi kau tidak menjawab. Aku pikir aku harus datang, ternyata kau tidur. Maaf mengganggumu.” 

Hyuk Jae memandangi Ji Joon yang ternyata berlutut untuk mensejajarkan diri dengannya. Hyuk Jae selalu saja merasa tersihir setiap kali dia memandang iris mata Ji Joon yang berwarna coklat tua. Kali ini, pipi gadis itu memerah. Entah karena berlari atau karena ketahuan tengah menyentuh pipinya tanpa ijin. 

Hyuk Jae tidak tahan untuk segara menangkup wajah kekasihnya itu dan paling tidak memberikan kecupan singkat –yah well dalam kondisi seperti ini, tentu saja kecupan singkat itu akan memiliki durasi lebih lama dari yang seharusnya.

“Tidak. Kau tidak menggangguku.” Hyuk Jae menarik cepat tangan Ji Joon saat gadis itu bersiap akan memperlebar jarak dengannya. Persetan dengan semua penjelasan yang beberapa detik lalu masih ingin didengar. Sekarang hal yang ada dalam otaknya adalah memeluk gadis itu. Dia menahan Ji Joon dalam pelukannya untuk melampiaskan rasa rindu dan sedikit “menghukumnya”. 

Beberapa saat kemudian Hyuk Jae melambaikan tangan mengantar kepergian Ji Joon di depan pintu apartemen.  Dalam hati dia tidak berhenti mengutuk kebodohannya sendiri karena melewatkan kesempatan untuk mengintrogasi gadis itu. Dia bahkan menuruti permintaan Ji Joon untuk tidak mengantar sampai ke mobil, seperti biasanya. 

Dia bisa saja turun dan bertemu dengan pria yang masih setia menunggu Ji Joon di dalam mobil. Tapi sekali lagi, semuanya lenyap seperti  kobaran api yang disiram air. Hyuk Jae  tidak bisa untuk tidak abai dengan permintaan Ji Joon. Baginya permintaan Ji Joon adalah titah yang harus dilakukan.

Sedangkan Ji Joon berjalan berjingkat sembari bersenandung riang. Niat untuk berkeras datang menemui Hyuk Jae sama sekali tidak salah. Pipinya masih bersemu merah saat memikirkan waktu yang dihabiskan bersama Hyuk Jae. Bahkan Ji Joon tidak keberatan mendengarkan Siwon yang mengomel sepanjang perjalanan karena terlalu lama menunggu.

***

Hyuk Jae duduk menopang kepala dengan dua belah tangannya yang ditumpukan ke atas meja. Hari ini Hyuk Jae merasa bersemangat setelah menerima pesan selamat pagi yang cukup manis dari kekasihnya. Its really made his day

Tapi mendadak semuanya buyar saat sebuah pesan menyusul satu jam kemudian.

“Hyuk Jae-sshi, ada hal penting lain yang harus kulakukan. Aku akan sangat sibuk di kantor hari ini. Semoga pemotretanmu hari ini lancar. Gonna miss my man.”

Dia kembali kehilangan semangat, padahal masih ada beberapa sesi pengambilan gambar yang harus dilakukannya bersama member grupnya. Hyuk Jae bergidik ngeri jika harus membayangkan kekasihnya sudah bosan dengan gaya pacaran mereka yang terbatas dan sangat sulit dilakukan. Pekerjaan Hyuk Jae di dunia hiburan mewajibkan dia untuk menutup rapat hubungannya dengan Ji Joon. 

Hyuk Jae bahkan terlarang untuk sekedar mem-follow beberapa media sosial kekasihnya. Pernah suatu kali Hyuk Jae mem-follow akun instagram Ji Joon. Tidak butuh waktu lama, akun Ji Joon dibanjiri pesan fansnya. Mereka mencari tahu semua hal soal gadis itu. Ji Joon tentu saja merasa tidak nyaman. Kejadian itu hampir membuat dia dan Ji Joon berpisah. 

Selama menjalin hubungan, mereka tidak bisa mendapatkan kencan seperti kebanyakan pasangan lain. Mereka lebih sering berkencan di apartemen atau di kantor Hyuk Jae. Dia tidak bisa berkeliling memamerkan Ji Joon pada orang-orang. Dia tidak berdaya saat banyak pria yang secara terang-terangan menyatakan ketertarikan pada Ji Joon. Bahkan menggodanya di media sosial. Hyuk Jae juga tidak bisa mendampingi Ji Joon dalam setiap acara yang menuntutnya membawa pendamping.

“Hfuuuuh...” Hyuk Jae kali ini terlalu keras menghembuskan nafasnya. Beberapa member  memandanginya dengan heran. Hyuk Jae tidak begitu peduli dengan para member yang menghujaninya dengan pandangan yang tidak biasa. Dia menggeserkan jari tangan dipermukaan layar handphone.

“APA INI...!” seru Hyuk Jae disertai dengan adegan berdiri dengan tiba-tiba. 

Seisi ruangan ganti artis itu pun hampir terjungkal karena jeritan Hyuk Jae. Pria itu menatap ponselnya dengan pandangan yang seolah mampu menghancurkan ponsel itu dalam beberapa saat. Mereka kemudian saling berebut untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. 

Apa yang membuat Hyuk Jae berteriak dengan histeris? Hyuk Jae masih belum sanggup menguasai dirinya dan membiarkan para member saling berebut ponselnya.

"Bukankah ini Ji Joon-sshi? Mereka terlihat serasi,” tanya Shin Dong kemudian tertawa terkekeh-kekeh menjauhi Hyuk Jae yang siap untuk melemparnya dengan box bekas pizza-makan siang mereka.

“Yah, sebenarnya dia terlalu cantik untuk orang sepertimu,” cibir Ryeowook membuat telinga Hyuk Jae semakin merah.

“Jadi ini yang membuatmu menyiksaku sejak kemarin?” Dong Hae mengamati foto yang ternyata merupakan foto profil Ji Joon di salah satu akun media sosialnya. “Pantas saja dia bersikap seperti monyet yang kehilangan pisang, hyung,” adu Dong Hae yang tidak rela dengan perlakuan Hyuk Jae kemarin. Well, sebenarnya karena Dong Hae adalah orang yang paling banyak menghabiskan waktu bersama Hyuk Jae baik dalam pekerjaan maupun tidak, makan secara langsung atau tidak Dong Hae juga merupakan orang pertama yang akan terkena dampak. “Lain kali, aku akan tinggal bersama member lain jika penyakit cemburumu itu sedang kambuh Lee Hyuk Jae.”

Cemburu? Jadi perasaan seperti inilah yang sangat sering dirasakan Ji Joon saat dia bekerja dengan seorang wanita. Perasaan mengganggu ini yang dirasakan Ji Joon? Hyuk Jae lebih banyak mentertawakan Ji Joon saat gadis itu datang dan meneriakinya karena dia merasa cemburu. Dia merasa bersalah karena mengabaikan hal semacam ini, selalu menganggap Ji Joon terlalu kekanakan karena cemburunya. 

Hyuk Jae tidak pernah rela dan senang jika Ji Joon bekerja dengan banyak pria, tapi perasaan ini seratus kali lebih mengganggu dari yang pernah dirasakan. Hyuk Jae kembali memandangi foto diam Ji Joon terlihat begitu nyaman dalam pelukan pria itu. Pria itu bahkan merangkulkan tangannya dari belakang ke bahu Ji Joon, Hyuk Jae bersumpah untuk mematahkan tangan itu, dia terlalu berani meletakkan tangannya ditempat yang bahkan masih terlarang untuk Hyuk Jae. 

Dia berjanji dalam hati untuk meminta maaf pada Ji Joon karena sangat sering mengabaikan rasa cemburunya, tapi untuk kali ini Hyuk Jae harus mendapatkan penjelasan untuk foto itu. Bahkan dengan sengaja Ji Joon menggunakannya sebagai foto profilnya. Hyuk Jae hampir gila dan putus asa. Dia sudah terlanjur terlalu mencintai gadis itu untuk menyerah.

Ditempat lain, Ji Joon baru saja menyelesaikan makan siangnya bersama kedua orang tua Siwon. Berbagai bahasa sudah digunakan untuk menolak ajakkan itu mulai dari bahasa yang sangat lembut sampai bahasa yang terlalu kasar untuk seorang wanita dengan penampilan cantik dan lembut seperti Ji Joon.  Tapi Choi Siwon tetaplah Choi Siwon. Dia akan selalu berhasil memperjuangkan apa yang diinginkan. Jika itu bukan makan bersama untuk pertama kali antara Siwon dan orang tuanya, Ji Joon akan dengan suka rela bergabung. Tapi tampaknya keluarga ini tidak membutuhkan privasi. Mereka menerima Ji Joon dengan suka cita, Ji Joon yakin kedua orang tuanya dan orang tua Siwon mungkin sudah saling menyetujui perjanjian saling meminjamkan anak atau sejenisnya.

“Jadi kemana kau akan membawaku hari ini?” tanya Siwon acuh sambil mengusap perutnya yang terasa penuh.

“Pergilah bersenang-senang sendiri. Aku harus bekerja hari ini, aku akan menemanimu lagi sore nanti,” jawab Ji Joon sibuk menyusun dokumen-dokumen yang sengaja dibawanya dari kantor. Ji Joon cepat-cepat keluar dari mobilnya dan sekilas melambaikan tangan kepada Siwon yang masih dengan sabar memperhatikan Ji Joon sampai gadis itu menghilang ke dalam gedung tempat Ji Joon bekerja.

Setengah berlari Ji Joon memasuki ruang rapat, untunglah dia masih memiliki paling tidak sepersekian detik sebelum dia benar-benar terlambat. Ji Joon sudah merasa tidak enak dengan tatapan Kepala Jang jelas tidak suka dengan keterlambatannya hari ini. Bagaimana tidak? Hari ini mereka harus mengadakan presentasi untuk sebuah event berskala internasional yang akan segera digelar bulan depan. Dia memilih hari yang salah untuk terlambat. Bukankan itu mimpi buruk? 

Ji Joon segera merapikan blus dan rok berwarna abu-abu yang dikenakannya serta bersiap dengan materi yang akan segera dipresentasikan bersama dengan tim. Seperti yang bisa ditebak, bekerja dengan klien berskala besar akan membuat Ji Joon dan tim bekerja ekstra. Mereka meminta ini dan itu, ditambah lagi semua harus dalam perencanaan yang matang dan sempurna. Mereka sama sekali tidak menerima kesalahan walaupun hanya sedikit.

Tiga jam kemudian Ji Joon dan timnya menyeret langkah kembali ke ruangan mereka. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya klien berharga mereka merasa puas dengan apa yang dirancang Ji Joon dan tim. Sangat melelahkan, bahkan dengan jumlah bonus besar yang akan mereka terima setelah projek ini selesai tidak bisa membuat mereka semua kembali berjalan dengan tegak. Rasanya semua tulang dalam tubuh mereka sudah bertransformasi menjadi agar-agar.

Ji Joon melemparkan high heels yang dikenakan hari itu dengan asal ke bawah meja kerja. Tenaganya terkuras habis hari ini. Ji Joon bersumpah akan mengirimkan boneka vodoo untuk atasannya jika bonus yang diterimanya tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Jari tangannya refleks memijat betis yang sudah bekerja sangat keras hari ini. Si tunggal keluarga Park mengaduk isi tas untuk mencari handphone-nya. Hyuk Jae ternyata tidak menghubunginya hari ini. 

Apakah pemotretannya belum juga selesai? 

Padahal Ji Joon berharap Hyuk Jae akan merindukannya dan mengirim banyak pesan seperti biasa.

“Hyuk Jae-sshi, apakah pemotretanmu belum selesai?”

“Sudah beberapa jam yang lalu.” Nada suara Hyuk Jae terdengar berbeda di telinga Ji Joon, tidak terasa hangat seperti biasanya.

“Kau tidak menghubungiku? Kau tidak merindukanku?”

“Hemm... Datanglah ke restoran Yesung hyung sepulang kerja. Ada yang harus kita bicarakan.”

“Baiklah, aku juga sangat ingin bertemu denganmu. Hari ini..."

"Hyuk Jae-sshi?"

"Halo?” Kening  Ji Joon mengerut secara otomatis saat menyadari teleponnya sudah terputus. Hyuk Jae menghilang bahkan saat dia belum selesai berbicara. Apakah dia kehabisan baterai lagi atau apa? Belum sempat Ji Joon memikirkan kemungkinan mengenai sikap Hyuk Jae yang berubah hari ini, Kepala Kang sudah memanggilnya untuk segera menghadap saat itu juga. 

Mungkin Ji Joon harus segera bertemu dengan Hyuk Jae secepatnya.

***

“Supir Choi, cepat jemput tuan putri ini. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan kekasihnya,” perintah Ji Joon menghubungi Siwon lima menit sebelum jam kantornya resmi berakhir.

“Dengan senang nona cerewet, aku akan segera datang.” 

Seperti apa yang dijanjikan Siwon. Pria itu datang tidak lama kemudian, nilai tambah yang ada pada Siwon selain dia pandai memasak dan membersihkan rumah, pria ini sangat menghargai waktu.

“Aku akan memperkenalkanmu pada Hyuk Jae-sshi hari ini, Oppa.”

“Ya tentu saja, aku sudah menantikan hari ini. Aku sangat penasaran pria seperti apa yang mampu membuat adikku ini bertekuk lutut pada akhirnya.”

He maybe looks ordinary as the other man, but still –i love him. I can’t explain but i feel complete with him.

“Wow, sejak kapan Park Ji Joon berubah menjadi gadis seperti ini?! Kau percaya cinta sekarang? You kidding me, right?” Siwon merasa jawabannya tidak karena Ji Joon tetap menatapnya dengan pandangan yang sama, “Ini menarik. Aku harus segera bertemu dengannya.” 

Ji Joon tersenyum, mungkin sedikit berlebihan menjabarkan perasaan cintanya  pada Hyuk Jae seperti itu. Tapi itulah yang dirasakan Ji Joon akhir-akhir ini. Banyak waktu yang dihabiskan hanya untuk memikirkan pria itu. Dia seperti melengkapi hari-harinya, membuat jantungnya berpacu hebat, membuat hatinya luluh dengan perasaan hangat dan nyaman, pria itu membuatnya tersenyum walaupun tidak jarang membuatnya cemburu dan menangis. Dia adalah Lee Hyuk Jae, bukan pria lain.

“Joonie, pergilah dulu. Aku akan menyusulmu dalam 10 menit, okay? Ada benda yang harus kuambil. Kau tahu ibuku tidak akan mengampuniku jika aku sampai lupa membawanya besok pagi. Tidak jauh, hanya  2 blok dari sini, jadi tidak akan memakan waktu lama.” Ji Joon mengangguk dan berlari kecil menaiki tangga menuju mouse and rabbit cafe. Seperti biasa, dia akan segera menuju ruangan di lantai 3 yang memang merupakan area khusus yang tidak bisa sembarangan dimasuki orang.

Benar! Hyuk Jae sudah menunggunya di sana, dia sedang membicarakan sesuatu dengan Yesung. Ji Joon masih saja terheran-heran dengan reaksi tubuhnya setiap kali melihat pria yang sudah resmi menjadi kekasihnya. Debaran jantung Ji Joon berubah  tempo menjadi lebih cepat dan pasokan oksigen di ruangan itu seakan menipis.  Padahal hampir satu tahun Ji Joon resmi menjadi kekasih Hyuk Jae.

“Ji Joon-ah, apa kabar? Sudah lama tidak melihatmu?” tanya Yesung ramah menyambutnya.

“Baik Oppa, sedikit sibuk dengan pekerjaan di kantor. Bagaimana denganmu?”

“Seperti yang kau lihat aku terlihat luar biasa bukan? Duduklah, aku akan menyuruh seseorang membawakan cappuchino untukmu.” 

Hingga cappuchino Ji Joon siap berada di meja. Hyuk Jae belum juga mengatakan apa pun padanya. Dia masih terlihat sibuk dengan handphone-nya. Tidak kecupan di pipi atau bahkan pelukan selamat datang. Hyuk Jae malah terlihat kesal, ekspresi dingin dan datar jelas tergambar.

“Kau terlihat sibuk,” tanya Ji Joon memberanikan diri memulai percakapan karena tidak tahan dengan suasana canggung yang menyergap mereka berdua.

“Emm, tidak terlalu.”

“Lalu?”

“Ji Joon-ah, apa kau bosan menjadi menjadi kekasihku?” Iris mata Ji Joon bisa dipastikan melebar beberapa saat, dia tiba-tiba saja menjadi sangat marah dengan pertanyaan Hyuk Jae yang tidak masuk diakal itu.

“Maksudmu? Bosan?”

“Ya bosan, berkencan diam-diam seperti ini.” 

Ji Joon benar-benar tidak paham dengan arah pembicaraan Hyuk Jae itu. Malam ini rasanya dia sudah tidak memiliki tenaga untuk melakukan apapun, dia berharap bisa meringguk di sofa empuk itu sambil memeluk Hyuk Jae. Mendengarkannya berbicara dan menikmati aroma parfum yang dikenakan pria itu. Tapi apa yang didapatkannya, hari ini seperti akan menjadi hari yang panjang bagi Ji Joon.

“Hyuk Jae-sshi, aku sama sekali tidak pernah berpikiran seperti itu, bahkan saat kau harus –“

“Apa? Melakukan sexy dance?” potong Hyuk Jae. “Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku, Ji Joon-ah.”

“Lalu apa? Aku sama sekali tidak paham dengan arah pembicaraanmu ini,” jawab Ji Joon masih berusaha menjaga nada suaranya.

“Ini kebodohanku, karena aku mencintaimu aku menjadi buta. Aku terus saja membiarkanmu melakukan semua yang kamu mau, tanpa mampu meminta penjelasan apapun.” Hyuk Jae menarik nafas dalam-dalam dan menyadari gadis itu terlihat berantakan. Hyuk Jae membenci ekspresi menyedihkan itu. Dia ingin menghentikan semua itu dan memeluknya, melupakan masalah ini. “Akhir-ahir ini kau berbeda, tidak menganggkat teleponku, mengabaikanku dan tidak peduli apakah aku menghubungimu atau tidak. Itu sama sekali bukan Ji Joon yang ku kenal.”

“Ya Tuhan! kau tahu benar pekerjaanku, ritme kerjaku yang tidak beraturan sama sepertimu. Selama ini kau tidak mengeluh dan aku juga tidak bukan? Lalu mengapa ini sekarang menjadi masalah? Okay, aku memang bersalah karena mengabaikan panggilanmu. Tapi itu bukan berarti aku sengaja melakukannya.”

“Karena selama ini aku tidak pernah menyangka akan ada kemungkinan salah satu dari kita berpaling.”

“Tunggu? Kau menuduhku?” desis Ji Joon mengantupkan rahangnya kuat-kuat. Hyuk Jae melengos mengangkat bahunya, menampakkan ekspresi tidak peduli. Dia melemparkan handphone-nya tepat ke pangkuan Ji Joon. Dengan ujung dagunya dia memerintahkan Ji Joon untuk melihat apa yang ada dalam layar handphonenya. Dengan tangan sedikit bergetar karena marah Ji Joon menuruti perintah Hyuk Jae, apa yang dilihatnya? Dia melihat foto Siwon yang tengah merangkulnya.

“Ini yang membuatmu marah dan menuduhku berpaling?” Hyuk Jae diam, masih memandangi Ji Joon dengan eksprsi tidak mengerti. Harusnya gadis itu paling tidak terkejut, takut atau paling tidak merasa bersalah. Namun dia tidak melihat satu pun dari hal-hal itu.

“Ya, siapa dia? Mengapa dia bisa berfoto dengan pose seperti itu denganmu? Bagimana dia bisa dengan santai meletakkan tangannya di sana?!” bentak Hyuk Jae sebal.

Dear Lord, seharusnya aku membawanya bersamaku saat ini juga.”

“Sial! Apa maksudmu?” Saat itu juga Yesung datang dengan seseorang yang diharapkan Hyuk Jae tidak akan pernah dilihihatnya dalam abad ini.

“Dia mencarimu, Joonie.”

“Terimakasih, Oppa.

Siwon menempatkan dirinya duduk disamping Ji Joon, melihat ekspresi dua orang itu nampak jelas sesuatu telah terjadi. Mungkin bukan adegan yang diharapkan sudah terjadi karena adiknya itu terlihat sangat frustasi. Sedang pria yang duduk dihadapan Ji Joon terlihat siap untuk meledak. Leher hingga telinganya berwarna kemerahan.

Something happend, Joon-ie?”

“Eum... Kind of that things,” balas Ji Joon malas melirik ke arah Hyuk Jae.

“Jadi dimana kekasih hebat yang ingin kau perkenalkan itu?”

Glek... “Apakah yang dimaksud dengan kekasih adalah dirinya?” batin Hyuk Jae merasa tidak nyaman.

“Dia ada dihadapanmu, tapi mungkin dia bukan pria hebatku lagi. Dia meneriakiku karena ini!” gerutu Ji Joon memperlihatkan foto dari handphone Hyuk Jae. Siwon tersenyum kemudian mengulurkan tangan pada Hyuk Jae.

“Choi Siwon, anda pasti kekasih adik kesayanganku ini bukan?” Damn! Apakah dia baru saja menyebut adik? Tapi Choi dan Park?

“Lee Hyuk Jae imnida. Adik? Aku tidak pernah tahu Ji Joon memiliki saudara.”

Its too long story man, aku bahkan melihatnya lahir. Dia benar-benar adikku, meskipun bukan berasal dari rahim yang sama. Kedua orang tua kami bersahabat sejak dulu. Kami tumbuh bersama, orang tuaku sibuk. Aku tinggal di Amerika, berkunjung paling tidak setahun sekali dan yah –“

Hyuk Jae perlu beberapa detik untuk mencerna apa yang dikatakan Siwon padanya. Hello, dia menjadi pria terbodoh karena cemburu butanya.

“Dia tidak pernah menceritakan apa-apa, aku melihat kalian di bandara dan dihalaman apartemenku. Well, aku benar-benar tidak tahu.”

“Aku berencana mempertemukan kalian hari ini asal kau tahu, terimakasih Hyuk Jae-sshi. Acara perkenalan kalian begitu meriah.” Hyuk Jae menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebenarnya jika bisa dia ingin memesan sebuah pesawat ufo untuk mangasingkannya ke planet terjauh sehingga dia bisa selamat dari rasa malu ini.

“Seharusnya kau memberitahuku lebih cepat, maafkan aku Siwon-sshi.”

“Its okay man, kau banyak menderita karena gadis ini bukan?”

“Ya, aku rasa dia sudah memantraiku atau semacamnya, hingga aku hampir gila hanya karena memikirkan dia bersama pria lain. Maafkan aku sayang,” ujar Hyuk Jae tulus kemudian meraih tangan Ji Joon dan menepuknya perlahan.

“Bodoh, paling tidak cari tahulah dulu sebelum kau menuduhku berselingkuh!” gerutu Ji Joon meskipun sekarang cemberut diwajahnya sudah benar-benar hilang.

“Hyuk Jae-sshi. Sepertinya aku harus meminta tolong padamu untuk mengantar adik kesayanganku ini pulang. Aku harus menemui beberapa teman.”

***

Beberapa menit setelah Siwon meninggalkan mereka berdua, akhirnya apa yang diinginkan Ji Joon benar-benar terwujud. Ji Joon mendapat akses sepenuhnya untuk berada dalam pelukan kekasihnya. Sebagai ungkapan permintaan maafnya Hyuk Jae bahkan bersedia memijat kakinya yang terasa hampir patah.

“Sayang, maafkan aku? Aku seharusnya tidak berpikiran sempit dan menuduhmu. Kau tahu, aku hanya terlalu takut kau akan meninggalkanku.”

“Kau cukup membuatku takut. Apa yang harus kulakukan jika kau benar-benar mengabaikanku?” Ji Joon tersenyum tipis dan menyeruakkan kepalanya ke dada Hyuk Jae dan menghirup dalam-dalam aroma kekasihnya itu.

“Maafkan aku juga karena menganggap remeh perasaan cemburumu. Aku baru tahu jika perasaan cemburu itu ternyata seburuk itu.”

“Tentu saja aku selalu memiliki stok maaf yang tidak terhitung untukmu, asalkan bukan untuk memaafkan satu kesalahan terlarang ini. Kau tidak boleh membagi hatimu, mengerti?”


Sure, tentu saja. Aku juga tidak berniat membagi hatiku.” Hyuk Jae menatap Ji Joon lekat, menangkup wajah gadis itu di antara kedua tangan dan mendaratkan ciuman lembut di sana. Mereka berdua tidak pernah menginginkan hal yang berlebihan, Ji Joon dan Hyuk Jae hanya membutuhkan waktu berdua, berbicara dan menguraikan benang kusut dalam hubungan mereka secara perlahan. Perasaan cemburu diantara keduanya adalah suatu indikasi bahwa keduanya sangat mencintai dan tidak ingin kehilangan satu sama lain.

End

No comments:

Post a Comment