jengkel
dengan sikap keras kepalanya. Keduanya sama-sama keras kepala dan memutuskan
untuk tidak saling menghubungi beberapa hari belakangan ini.
FLASHBACK
***
Ji
Joon tertidur lelap sebuah kamar yang didominasi oleh warna nude lembut sementara itu tepat
disebelahnya seorang namja tengah sibuk mengetikkan sesuatu pada laptop yang
berada didepannya, dan sesekali tangannya sibuk membolak-balik beberapa dokumen
yang berserak disampingnya. Sesaat kemudian yeoja
itu menggeliat dan mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan
matanya dengan cahaya diruangan itu sebelum akhirnya membuka matanya.
Sedikit
bingung karena nyawanya belum terkumpul sempurna dan keberadaan seorang namja
yang masih sibuk bekerja. Yeoja itu
bangun tergesa ketika sadar dia tidak berada dikamar pribadinya. Ji Joon bangun
menyingkapkan sebagian selimut tebal yang menutupi tubuhnya dan menumpukan
tubuh pada sebelah tangannya. Sesaat dia sangat yakin untuk kesekian kali dia
kembali tertidur saat menemani Hyuk Jae, namjachingu-nya
mengerjakan pekerjaan kantornya.
“Aissh..
aku tertidur lagi!” keluhnya kesal pada dirinya sendiri. Ji Joon kemudian
mengulurkan sebelah tangannya mencari smartphone berwarna putihnya. Dia
menggeleng heran kearah namjanya yang masih sibuk bekerja padahal sudah lewat
tengah malam lebih tepatnya pukul 1 malam.
“Oppa! Kenapa Oppa tidak membangunkanku eoh?” serunya panik dengan suara parau
karena baru saja terjaga dari tidur lelapnya.
Hyuk
Jae tertawa mendengar ucapan yeojachingunya. Baginya tidak ada yang lebih baik
dibandingkan dengan bekerja dengan ditemani seorang malaikat cantik yang
menampilkan wajah polosnya saat tertidur.
“Issh...
mengapa tertawa? Apa lucu melihatku tidur sementara kau sibuk? Aissshhh..
memalukan”
“Ne,
aku merasa senang bekerja dengan sesekali melihat wajah polosmu saat kau
tertidur.”
“Yakk..
Oppa. Itu tidak lucu. Kali ini
apalagi yang harus kukatakan pada Eommanim eoh? Aku malu!” Ji Joon
menyembunyikan wajahnya dibalik selimut.
Hyuk
Jae akhirnya mengalihkan pandangannya pada yeoja disampingnya dan menarik
lembut selimut yang menutupi wajah kekasihnya itu.
“Waeyo? Kenapa kau malu chagi? Eomma pasti sudah sangat paham
kalau kau tidak akan tahan menungguiku bekerja dan selalu tertidur. Bukankah
itu hal bisa melihatmu tertidur eoh?” Ujar Hyuk Jae menggoda Ji Joon. Yeoja itu kembali menarik selimut
menutupi wajahnya untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Yak!
gemanhae Oppa-ya! Berhenti menggodaku”
Hyuk
Jae hanya tertawa renyah mengacak rambut Ji Joon dan kembali melanjutkan
kegiatannya. Memang bukan hal yang aneh melihat Hyuk Jae mengerjakan hal yang
menurut Ji Joon sama sekali tidak menarik. Kumpulan angka, diagram, table dan
perencanaan bisnis memang bukan hal yang disukai yeoja penyuka warna biru itu. Hanya saja hal yang sering membuatnya
marah adalah Hyuk Jae seringkali bekerja tanpa peduli pada waktu dan keadaan
tubuhnya.
“Oppa, kau belum berencana tidur em?”
Tanyanya manja menghadapkan tubuhnya ke arah namja disampingnya itu.
“Em..
Masih ada beberapa hal yang harus kukerjakan.” Jawabnya singkat, tanpa
mengalihkan pandangannya. Ya selalu seperti itu, Lee Hyuk Jae akan selalu fokus
pada pekerjaannya dan sangat sering mengabaikan hal-hal yang terjadi
disekelilingnya saat fokusnya sudah tersita pada pekerjaannya.
“Istirahatlah,
aku tahu Oppa lelah.” Ji Joon bangun
dari tidurnya dan memposisikan dirinya duduk mencondongkan tubuhnya berusaha
melihat apa yang dikerjakan Hyuk Jae.
“Ne,
aku akan tidur sebentar lagi. Tidurlah.. dulu chagi,” ucapnya lembut pada Ji Joon.
“Oppa..!” panggil Ji Joon dengan nada
tegas.
Hyuk
Jae menoleh menatap Ji Joon dan dapat ditebak yeoja itu menampakkan wajah tidak
senang. Ji Joon tidak pernah suka Hyuk Jae bekerja terlalu keras, jika dia bisa
menambahkan waktu dalam sehari tanpa ragu Hyuk Jae pasti akan meminta tambahan
jam. Baginya 24jam tidak pernah cukup untuk kegemarannya mencoba hal baru dan
mengembangkan usahanya.
“Waeyo,
chagi-ya?” Hyuk Jae mendekatkan dirinya pada Ji Joon dan membelai pipi lembut
yeojachingunya itu.
“Tidur
sekarang juga, selalu saja bekerja tanpa tahu waktu. Sampai kapan kau mau
menyiksa dirimu sendiri eoh?”
Hyuk
Jae menghela nafasnya, meyakinkan yeoja yang sama keras kepalanya dengan
dirinya sendiri itu cukup sulit.
“Ne, chagi-ya.
Aku akan tidur aku hanya perlu menyelesaikan beberapa bagian.”
“Geure, kalau Oppa tidak beristirahat sekarang aku akan pulang sekarang juga.” Ji
Joon melemparkan selimutnya dan beranjak bangun dari tempat tidur Hyuk Jae.
Cepat-cepat dicari handbag miliknya
dan berbalik bersiap pergi.
Hyuk
Jae kini menyambar pergelangan tangan Ji Joon cepat. Benar, yeoja itu sangat keras kepala dan sering
melakukan hal-hal yang membuatnya sakit kepala.
“Ya!
Yeoja macam apa yang berada dijalanan
tengah malam seperti ini eoh?”
Hyuk
Jae menarik lembut tangan Ji Joon membuat yeoja
mungil itu kembali duduk di tepian tempat tidurnya. Hyuk Jae bangun dan
membereskan kertas-kertas yang berserakan diatas tempat tidurnya, memasukkannya
kedalam tas kerjanya menyimpan semua file di laptopnya lalu mematikannya.
Ji
Joon hanya diam memperhatikan semua hal yang dilakukan Hyuk Jae.
“Tidurlah
chagi, aku juga akan tidur. Aku
berjanji..” perintah Hyuk Jae sebelum namja
itu menghilang ke dalam kamar mandi. Ji Joon sudah meringkuk dibalik selimutnya
saat dirasakan tempat tidur Hyuk Jae bergerak, seseorang naik dan berbaring
disampingnya. Ji Joon kembali terbangun dan menyalakan lampu disebelahnya,
pipinya memerah saat melihat Hyuk Jae berbaring disampingnnya.
Memang
dia sering menginap dirumah Hyuk Jae dan beberapa kali dia tanpa sadar tidur
bersama namja itu tapi itu terjadi
saat dia tertidur dan tanpa sepengetahuannya Hyuk Jae tidur disampingnya juga.
“Oppa, apa yang kau lakukan disini?”
ucapnya gugup.
“Wae? Seperti perintahmu , aku akan
tidur”
“Anni, maksudku mengapa kau tidur disini
eoh?”
“Chagi-ya, kau lupa ini kamarku?”
“Kha, pergilah ke kamar lain. Aku tidak
ingin eommanim berpikiran buruk”
“Eomma tidak akan berpikiran buruk, kita
sudah sering seperti ini dan tidak ada yang terjadi bukan. Ataukah sekarang kau
yang berpikiran buruk chagi?”
Hyuk
Jae masih menikmati keasyikannya menggoda Ji Joon. Dia masih bersikeras
mempertahankan kewenangannya atas tempat tidur king size-nya, menarik selimut tebalnya dan berpura-pura tidur
membelakangi Ji Joon.
“Bugh”
Ji Joon menendang punggung Hyuk Jae dan membuat namja itu terlempar, jatuh dari
tempat tidurnya. Sementara Ji Joon terkejut dengan kekuatan tendangan kakinya
sendiri. Dia tidak mengira akan mampu menjatuhkan kekasihnya dengan mudah.
“Yak..
chagi!” Hyuk Jae merangkak bangun
mengusap pantatnya yang terasa sakit menghantam lantai marmer kamarnya.
“Kha, pergilah Oppa. Sampai bertemu besok pagi” Ji Joon meleparkan bantal Hyuk Jae
tepat kearah namja berkulit putih susu itu dan kembali menghilang dibalik
selimut tebal Hyuk Jae. “Jangan berani menyelinap, arra? Aku akan menendangmu
lebih keras” gumam Ji Joon menambahkan.
Hyuk
Jae masih berdiri tidak percaya, dan lagi dia dikalahkan oleh yeojachingu-nya. Dia masih berdiri
disana selama beberapa saat berharap Ji Joon akan berbalik dan berubah pikiran.
Namja itu akhirnya menyerah, dia berjalan memutari tempat tidurnya menuju sisi
dimana Ji Joon tertidur dan mengecup sekilas pipi Ji Joon.
“Fine,
kau menang kali ini anak ayam. Lain kali aku tidak akan membiarkanmu menang.
Ganti bajumu, kenakan apapun yang ada didalam lemariku. Sepertinya sangat tidak
nyaman harus tidur dengan pakaian seperti itu Joonie-chagi. Jaljayoo”
Hyuk
Jae mematikan lampu dan berjalan pasrah membawa bantalnya keluar dari kamarnya
menuju kamar tamu di lantai 1 rumahnya. Sangat tidak mungkin untuk
menginterupsi kamar nyaman noona-nya. Hal sama akan dialaminya jika dia nekat
menggangu tidur sang Noona.
Mulut
Hyuk Jae tidak henti-hentinya bergumam kesal, namun jauh didalam hatinya ada
sedikit rasa lega disana. Dia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi jika
dia nekat berada disana sementara dia dan Ji Joon tidak tertidur.
***
“Joonie-ya aku
menunggumu dibawah. Cepat !” Ketik Hyuk Jae pada layar
smartphonenya, dia mengirimkan pesan tersebut untuk Ji Joon. Hyuk Jae sudah
tidak sabar lagi menunggunya, sudah hampir setengah jam Hyuk Jae menunggu Ji
Joon didepan kantor yeoja itu. Namun
belum ada tanda-tanda yeoja itu keluar dari kantor jadi Hyuk Jae terpaksa
mengirimkan pesan itu padahal dia berencana memberi yeoja itu
kejutan.
Hyuk
Jae datang untuk menjemput Ji Joon saat dia memiliki waktu luang, dia menyukai
saat-saat Ji Joon terkejut kemudian tersenyum senang saat dia menjemputnya
tanpa memberitahukan apapun sebelumnya pada yeoja itu.
Tidak
sabar menunggu balasan dari kekasihnya setelah berdiri disana selama 10 menit
setelah mengirimkan pesan, Hyuk Jae bergegas masuk kedalam sebuah lift yang
pintunya nyaris tertutup menuju ruangan kerja Ji Joon di lantai 5 gedung itu.
Hyuk Jae mengetuk sekilas dan membukanya tanpa menunggu seseorang
mempersilahkannya masuk.
Bukan
tanpa alasan Hyuk Jae melakukan hal itu, kantor tempat Ji Joon bekerja adalah
kantor milik saudara sepupunya Kim Jong Woon, seorang namja work-holic sama
sepertinya. Mungkin darah Work-holic memeng sudah mengalir dalam darah
keluarga mereka. Selain itu Ji Joon juga kekasihnya jadi dia sudah terbiasa
datang ke kantor yeoja itu
kapan-pun.
Hyuk
Jae membuka pintu ruangan kantor Ji Joon dan melangkah masuk, sedikit terkejut
dengan keberadaan beberapa orang yang tidak diharapkannya berada disana saat
itu namun Hyuk Jae tetap berjalan dengan percaya diri melintasi ruangan
yeojachingunya itu. 4 orang berada disana duduk saling berhadapan, Ji Joon
kekasihnya sedang menyesap sesuatu dari cangkirnya dari aroma yang tercium
sejak dia masuk keruangan itu dia sangat yakin itu adalah coffee. Hyun Hoon – rekan kerja Ji Joon sekaligus sahabat baik Ji
Joon, Kim Jong Woon saudara sepupunya yang notabenenya juga merupakan kekasih
Hyun Hoon dan Se Na anak buah Ji Joon. Keempat orang disana serempak memandang
kearah Hyuk Jae.
Ji
Joon hampir tersedak coffee yang
sedang disesapnya melihat Hyuk Jae tiba-tiba berada disana.
“Apa
yang kau lakukan disini Oppa?” Ji
Joon masih berusaha mengembalikan kesadarannya yang melayang entah kemana
setiap kali Hyuk Jae memandangnya. Namja
tampan itu hanya tersenyum sekilas pada semua orang diruangan itu, memamerkan gummy smile-nya tanpa sedikitpun sadar apa yang dilakukannya bisa membuat
Ji Joon kesulitan bernafas mendadak seperti seseorang telah merampas pasokan
oksigennya.
Seandainya
itu pantas dilakukan Ji Joon akan segara melepas pump-shoe berwarna merahnya dan melemparkan benda itu tepat ke
kepala namja bernama –Lee Hyuk Jae
itu. Agar dia segera berhenti menebar pesonanya seperti itu. Ji Joon sendiri
heran apakah ia tahu akibat apa yang bisa ditimbulkannya. Melihat para wanita
menatap Hyuk Jae dengan tatapan terpesona dan sangat ingin memakannya itu
sangat menyebalkan, hal yang membuatnya makin menyebebalkan adalah Ji Joon
sendiri tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Hyuk Jae selalu bisa membuat
pipinya memerah seperti seorang pelajar yang ketahuan menyukai kakak kelasnya.
“Oh,
kau datang Jae-ya?” JongWoon menepuk
punggung Hyuk Jae dengan sebelah tangannya saat Hyuk Jae membuka kancing jasnya
lalu duduk disebelahnya.
“Ne, Hyung. Apa kalian sedang mengadakan
rapat?” Hyuk Jae tersenyum merasa bersalah memandang satu persatu orang
diruangan itu.
“Anniya, kami hanya ngobrol, Oppa.” Hyun Hoon menyenggol Ji Joon
dengan lengannya, memancing Ji Joon untuk berbicara.
“Ah,
hanya ngobrol. Jadi rasanya kekhawatiranku, takut jika sesuatu terjadi pada yeojachingu-ku karena dia tidak
membalas pesanku sangat tidak beralasan bukan Nona Park Ji Joon?” tanyanya
sarkastik pada Ji Joon yang duduk disebelah kanannya.
Bola
mata Hyuk Jae terperangkap selama beberapa detik disana, menatap yeojanya yang
terlihat sangat cantik saat itu. Ji Joon yang saat menggemari pakaian berwarna
gelap hari itu mengenakan dress berwarna dasar putih dengan motif bunga-bunga
kecil berwarna merah, biru dan kuning. Ditambah dengan blazer berwarna putih
dan highheels berwarna merah, dia membiarkan rambut ikal berwarna coklat
tuannya tergerai bebas membuatnya Hyuk Jae tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Ji
Joon memeriksa smartphonenya seketika dan tersenyum bersalah menggoyangkan handphone-nya didepan Hyuk Jae.
“Mian, Oppa. Kami terlalu asyik ngobrol
tadi.” Ji Joon menepuk bahu Hyuk Jae menyesal.
“Ah,
rupanya kalian terlalu asyik ngobrol tadi? Apa yang kalian bicarakan sampai
mengabaikan pesanku chagi?” Secara
refleks tangan Hyuk Jae terulur membelai sebelah pipi kekasihnya membuat Se Na
dan Hyun Hoon serempak terbatuk.
“Geunyang, beberapa hal tentang
pekerjaan.” Ji Joon merasa tidak enak dengan Hyun Hoon dan Se Na yang pasti
sangat iri dengannya.
“Apa
masih ada hal penting yang kalian bicarakan? Aku akan membawanya pergi jika
kalian tidak memerlukannya lagi.” ujarnya memandang kesetiap orang diruangan
itu, tangannya menggenggam sebelah tangan Ji Joon.
“Annia, bawalah dia pergi. Kami tidak
membutuhkannya” Hyun Hoon meringis menahan sakit karena Ji Joon mencubitnya
keras-keras.
“Geure, gomapta. Kami pergi” Hyuk Jae menggandeng Ji Joon mengikutinya
sedang sebelah tangannya membawa handbag
Ji Joon.
Jong
Woon, Hyun Hoon dan Se Na hanya tersenyum mengantar kepergian pasangan itu. IRI
adalah hal yang jelas akan menghinggapi setiap orang yang melihat mereka
berdua. Hyuk Jae adalah pria yang sempurna. Kaya, tampan, dan humoris dan Ji
Joon seperti memang sengaja diciptakan untuknya. Bukan berarti mereka tidak
pernah bertengkar, sangat sering mereka bertengkar. Hanya saja pertengkaran
mereka lebih tampak seperti cerita romatis bagi orang yang melihat atau
mendengar ceitanya. Pertengkaran itu seperti salah satu cara mereka berdua
saling mengungkapkan perasaan cintanya.
***
“Oppa mau mengajakku kemana eoh?” cecarnya ceria, tentu saja Ji Joon
sangat menyukai hal-hal seperti ini. Mendapatkan waktu berdua tanpa diganggu
dengan pekerjaannya adalah hal yang sangat berharga.
“Emm..
kemana saja asal bersamamu chagi”
Pipi Ji Joon kembali merona dengan ucapan Hyuk Jae. Namja-nya yang keras kepala itu, mempunyai sisi romantis dan lembut
yang tidak terduga. Ji Joon menundukkan kepalanya, harga dirinya tidak
mengijinkan Hyuk Jae tahu jika dia merona hanya dengan ucapannya itu.
Keduanya
akhirnya terdampar dari keramaian kota Seoul, mereka berdua duduk menghadap Han
River yang tampak lengang di malam hari. Udaranya yang segar dan pemandangannya
yang indah membuat Han River menjadi tempat favorit mereka berdua mengalahkan
restoran terkenal atau pub yang sangat ramai.
“Minumlah”
Hyuk Jae menyodorkan coklat panas untuk Ji Joon.
“Gomawo Oppa” Ji Joon tersenyum senang. “Emm mashita..” lanjutnya setelah
cairan hangat itu mengalir ke kerongkongannya. Hyuk Jae mengacak rambut Ji Joon
perlahan, yeoja-nya itu seperti 2
sisi mata uang. Terkadang dia menunjukkan sisi keras kepala, dingin dan
pintarnya namun di lain kesempatan dia akan berubah menyerupai anak anjing yang
manis dan penurut seperti sekarang ini.
“Ada
hal apa?” Tanya Ji Joon memecah kesunyian.
Hyuk
Jae menyeringai menyadari dia tidak bisa menyembunyikan apapun dari Ji Joon.
“Apa? Apa aku tidak boleh mengajakmu berkencan?” Hyuk Jae kembali menyeringai
kali ini sambil mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit karena pukulan Ji
Joon.
“Maksudku,
mengapa tiba-tiba mengajaku ketempat ini tanpa berdebat dan memperbolehkanku
memilih kemanapun kita akan pergi? Aku sudah cukup lama bersamamu Tuan Lee, ini
cukup aneh. Aku yakin ada hal yang ingin kau bicarakan.” Hyuk Jae akhirnya
mengalah dengan ucapan Ji Joon yang tepat sasaran. Memang ada hal yang ingin
dikatakannya pada Ji Joon.
“Hahaha
baiklah, aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun darimu. Aku akan pergi ke
luar negeri lagi.”
“Emm,
where will you go?”
“Aku
pergi ke Paris kali ini.” Hyuk Jae melihat tepat ke mata Ji Joon berusaha
melihat reaksi yeoja itu. Datar,
masih tetap datar.
“Yah,
aku paham Oppa memang harus pergi ke
luar negeri. Pergilah, tidak akan lama bukan?”
“Chagi-ya”
“Eum..
wae?”
“Paris,
aku pergi ke Paris.” ujar HyukJae tidak sabar.
“Ne, aku tahu. Waeyo? Aku menganggapnya sama seperti Oppa berbisnis ke China, Jepang, atau Negara lain. Dan jangan
membuatku berpikiran hal yang lain tentang kepergianmu. Arra?” Ji Joon gertak Ji Joon dengan nada yang tidak main-main.
Paris,
adalah Negara yang menyimpan banyak kenangan untuk Hyuk Jae. Dia menempuh
kuliahnya disana bersama seorang yeoja yang merupakan cinta pertamanya
dan ketika hubungan itu tidak bisa bertahan disana maka tempat itu meninggalkan
kenangan yang buruk untuk Hyuk Jae. Selain ketakutan karena selama ini
perasaannya bisa saja kembali berubah dan kenyataan cinta pertama adalah hal
yang tidak akan pernah bisa dilupakan seumur hidupnya selalu saja
mengganggunya. Bukan berarti Hyuk Jae tidak mencintai Ji Joon, hanya saja hal
itu sangat sulit dihadapinya.
“Aku
bisa saja bertemu dengannya chagi”
keluh Hyuk Jae. Ji Joon memandangnya heran, dengan banyak pertanyaan muncul
dalam benaknya.
“Oppa, gemanhae. Paris adalah kota yang besar, mungkin kalian akan secara
tidak sengaja bertemu atau besar kemungkinan kau juga tidak akan bertemu
dengannya.”
“Tetap
saja hal itu tidak membuatku tenang. Pergilah bersamaku, em?” pinta Hyuk Jae
tulus. Ji Joon pernah beberapa kali ikut bersamanya ke luar negeri, jadi Hyuk
Jae berharap dia juga akan pergi bersamanya kali ini.
“Aku
tidak bisa, Oppa. Kau tahu kami
sedang mengerjakan project besar kali ini. Aku sudah mengambil cutiku untuk
menemanimu beberapa kali.”
“Aku
bisa meminta pada Jong Woon Hyung,
dia pasti akan menginjinkanmu pergi. Aku akan mengurus semuanya.”
“Anniya, ini project pertamaku aku tidak
bisa pergi dan aku berjanji pada Eommanim
dan Eonni untuk pergi bersama mereka
akhir minggu ini.”
“Projectmu
itu, apa lebih penting dibandingkan aku?” Hyuk Jae tersenyum sinis menanggapi
ucapan Ji Joon, namja itu kemudian
memalingkan kepalanya dari Ji Joon memandang Han River.
“Oppa!
Ini sama sekali tidak lucu. Berhentilah bersikap kekanakan.”
“Menurutmu
aku sedang melucu?”
“Aku
tidak bisa pergi bersamamu bukan tanpa alasan yang jelas. Aku ingin bertanggung
jawab dengan apa yang sedang kukerjakan dan aku pergi bersama keluargamu bukan
dengan orang lain!” Ji Joon berusaha meredam emosinya yang mulai tidak
terkendali. Udara sejuk dan angin yang mengalir lembut di tepian Han River
tidak bisa mendinginkan hatinya.
“Aku
hanya memintamu menemaniku chagi!”
“Aku
hanya memintamu mengerti,” balas Ji Joon cepat.
“PARK
JI JOON!! Aku juga memintamu mengerti keadaanku saat ini”
“Aku
juga memintamu mengerti keadaanku dan perasaanku. Apakah selama ini aku tidak
berarti apa-apa sehingga kau sangat ketakutan akan bertemu dengan cinta
pertamamu itu?”
Keduanya
kembali terdiam, memandang kearah yang berlawanan. Hyuk Jae melirik kearah Ji
Joon berusaha melihat ekspresinya. Ya, pria itu merasa bersalah. Hal itu
membuat Ji Joon merasa tidak berarti dan membuat kencan berharganya menjadi
pertengkaran.
***
FLASHBACK
end
***
Ji
Joon masih meringkuk ditempat tidurnya saat Hyun Hoon membuka pintu kamarnya
dan duduk menggoncangkan bahunya.
“Bangunlah,
aku membawa jajangmyun.” Ucapnya
kemudian membuka makanan yang dibawanya. Tanpa menunggu lama, Ji Joon bangun
dan bersiap menyantap makanan kesukaannya. Mata dan hidungnya masih merah
menyerupai tomat.
“Apa
lagi sekarang?” Tanya Hyun Hoon sedangkan tangannya sibuk mencampurkan ramyun
dengan pastanya. Ji Joon dan Hyuk Jae memang sangat sering bertengkar, namun
sangat jarang bertahan dalam waktu yang lama. Seperti kali ini.
“Hyuk
Jae mengajakku pergi ke Paris”
“Lalu?”
“Aku
tidak bisa karena pekerjaan kita dan aku harus pergi dengan Eommanim dan SoRa
Eonni akhir minggu ini.”
“Hanya
itu?” Ji Joon mendelikan mata bulatnya pada Hyun Hoon, dia berbicara
dengan sangat mudah tanpa tahu apa yang dirasakannya.
“HANYA
ITU? Dia mengajakku karena dia takut harus bertemu dengan yeoja cinta
pertamanya itu!!” teriak Ji Joon memekakkan telinga Hyun Hoon, ramyun yang
belum selesai dikunyahnya berhamburan.
“YA!!
Itu menjijikkan Pabo Joonie! Aku bertanya karena aku benar-benar tidak tahu.
Issshh!” Hyun Hoon melemparkan sumpitnya dan beranjak berdiri dengan marah.
“Kajima,,
Hoonie-ya. Mianhae.” Ji Joon menarik tangan Hyun Hoon menahannya. Hyun Hoon
kembali duduk di lantai kamar Ji Joon yang beralaskan karpet bulu lembut
berwarna biru laut.
“Kajima,
Hoonie-ya. Apa kau juga akan meninggalkanku sendiri?”
“Pabbo”
Jawab Hyun Hoon kasihan, yeoja itu mulai menangis lagi. Menundukkan kepalanya
menyesal.
“Uljima,
ceritakan padaku em?”
“Ne,
dia akan menungguku di airport dihari keberangkatannya. Dia menyiapkan semuanya
tiket dan segalanya. Tapi aku memutuskan untuk tidak datang sesuai dengan apa
yang kukatakan padanya malam itu. Dan sampai sekarang dia tidak juga
menghubungiku. Seharusnya dia kembali ke Korea hari ini, tapi dia tidak juga
menghubungiku. Aku menelepon sekertarisnya dan dia juga tidak mengangkat
teleponnya.” Ji Joon kembali tersedu, memeluk Hyun Hoon.
“Kalian
berdua begitu bodoh, mengapa kalian tidak mengalah eoh? Apa keuntungan kalian
saling mengeraskan kepala?? Palii hubungi dia.”
Ji
Joon melepaskan pelukannya terkejut dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia
tidak mau menghubungi Hyuk Jae, lagi-lagi harga dirinya tidak mengijinkannya
melakukan hal itu. “Shirreo” ucapnya tegas.
“Lalu
apa yang akan kau lakukan? Hanya menangis?”
“Molla”
Ji Joon mengerucutkan bibirnya, Hyun Hoon menghembuskan nafasnya kasar,
keadaannya benar-benar terlihat kacau, namun keduanya tidak mau mengalah.
“Tenanglah,
aku yakin kalian akan baik-baik saja. Tunggulah beberapa hari, dia akan segera
kembali. Aku akan meminta JongWoon Oppa mencari tahu, puas?”
“Gomawo
Hoonie-ya!” Pekik Ji Joon memeluk Hyun Hoon, sedikit merasa terhibur dengan
ucapan sahabatnya itu
***
Eleftherios
Venizelos –
International Airport
Entah
apa yang dipikirkanya malam itu Hyuk Jae tiba dengan penerbangan terakhir ke
Yunani. Dia sendiri juga tidak mengerti apa yang mendorongnya untuk menukar
tiket penerbangan yang seharusnya membawanya kembali ke negaranya.
Sebenarnya dia tahu dia telah melakukan kesalahan, dia dan Ji Joon telah
membuat sebuah janji pada awal mereka memutuskan untuk menjadi sepasang
kekasih.
Takdir
atau itu hanya sebuah kebetulan, keduanya mempunyai kesamaan beberapa Negara
favorit untuk dikunjungi. Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, Checz dan Yunani.
Mereka telah berjanji untuk pergi ke Negara-negara itu bersama, kecuali mereka
harus pergi untuk urusan pekerjaan. Dan kenyataannya Hyuk Jae saat ini berada
disalah satu Negara itu bukan untuk urusan pekerjaan.
“Andai
gadis itu tidak keras kepala, pasti akan menyenangkan pergi berdua bersamanya.”
Hyuk Jae kemudian beranjak berdiri, menghembuskan nafasnya kasar dan menggengam
pegangan troli kopernya dan berjalan menjauh meninggalkan airport.
Rasa
bersalah kembali menyergap Hyuk Jae saat dia memasuki kamar hotel tempatnya
menginap. Kamarnya menghadap langsung kearah pantai Arvanita (Nafplion,
Peloponnese), angin lembut berebut masuk dari jendela besar yang terbuka lebar
menggerakkan tirai tipis berwarna putih. Dari sana dia bisa melihat rumah-rumah
yang bersusun rapi dan didominasi dengan warna putih sangat kontras yang
berwarna biru cerah di siang hari.
Hyuk
Jae berdiri tepat didepan jendela besar itu menghirup sebanyak mungkin oksigen
masuk memenuhi paru-parunya. Dia menopangkan wajahnya dengan sebelah tangannya
yang ditumpangkan ke tepian jendela. Jika Ji Joon bersamanya mungkin saat
ini dia akan berdiri disana juga namun dia akan berdiri disana bersama Ji Joon
dan memeluknya. Menopangkan wajahnya pada lekukan leher kekasihnya bukan
seperti yang dilakukan saat ini. Jika Ji Joon ada disana mungkin kamar itu
tidak akan sesunyi itu, pasti yeoja itu akan terus berceloteh tentang
rencana-rencana liburan mereka atau bertengkar dengannya akan terasa jauh lebih
baik dari pada harus menelean kesendirian. Sendiri bukan hal yang buruk, saat
hubungan mereka berdua baik-baik saja. Dia bisa menelepon kapanpun saat dia
merasa rindu, bisa mengirimkan pesan hanya untuk sekedar mengucapkan selamat
tidur. Sekarang yang bisa dilakukannya hanya merindukan yeoja itu, sangat
merindukannya. Sampai rasanya rindu itu mencekiknya dan membuatnya tidak
berdaya.
Hyuk
Jae meraih smartphone dalam saku celananya, dia tersenyum melihat foto yang
diambilnya bersama Ji Joon beberapa waktu lalu. Mereka berpose melakukan selca
dengan wajah yang sangat lucu. Ji Joon terlihat sangat menggemaskan, tidak akan
ada yang percaya jika dirinya berusia 27 tahun dan kekasihnya berusia 23 tahun.
Mereka berdua lebih tampak seperti anak sekolah yang baru saja mengenal cinta.
Ada
banyak pesan yang masuk ke dalam handphonenya yang sengaja dimatikan sejak
rencana kepulangannya. Tapi, tidak ada satupun pesan dari Ji Joon tidak juga
telepon. Ya seperti Ji Joon yang dikenalnya. Keras kepala.
Tepat
pada saat itu JongWoon meneleponnya. Hyuk Jae cepat menggeserkan jarinya
kepermukaan smartphonenya untuk mengangkat telepon.
“Eoh,
Hyung.”
“Jae-ya,
eodiya?” Suara husky khas JongWoon terdengan dari microphone handphone-nya.
Mungkin jika dia wanita dia juga akan seperti Hyun Hoon dan wanita-wanita
lainnya yang tergila-gila pada JongWoon.
“Aku
baru saja menyelesaikan pekerjaanku Hyung, dan aku memutuskan beristirahat
sebentar disini.”
“Kau
masih berada di Paris?”
“Anniya
aku tidak lagi disana. Kau tahu aku tidak lagi nyaman berada disana. Setelah..
Em, aku percaya kau tahu apa yang kubicarakan.”
“Arra,
apa kau bertemu dengannya di Paris?”
“Anni,
aku tidak bertemu dengannya, aku sedikit lega. Aku benar-benar ingin
menghapusnya dari hidupku Hyung. Andai aku bisa menghilangkan semua kenangan
burukku itu.”
“Geure,
kau memiliki Ji Joon sekarang. Biarkan itu menjadi kenanganmu, hiduplah dengan
masalalu-mu walaupun itu buruk. Tapi itu akan memberimu banyak pelajaran. Kau
tidak perlu berusaha melupakannya.”
“Ne,
hyung. Aku merasa bersalah pada Ji Joon. Dia pasti sangat marah sekarang ini.
Ah, aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya padaku jika dia tahu aku berada
disini sekarang.” Beberapa saat Hyuk Jae terdiam. “Em, ada apa menghubungiku
Hyung?”
“A…
anni, hanya ingin berbicara denganmu.” Jawab JongWoon tergagap. Sebenarnya
JongWoon menelepon Hyuk Jae atas desakan kekasihnya – Hyun Hoon. Yeoja
berkacamata itu mendesaknya untuk segera mencaritahu keberadaan Hyuk Jae, hal
itu tentu dilakukannya untuk Ji Joon. JongWoon adalah tipe namja yang tidak
suka mencampuri urusan orang lain, namun dia tidak bisa berkata apa-apa dengan
permintaan kekasihnya dan dia juga tidak bisa melihat pegawai berharganya
selalu datang ke kantor dengan wajah sembab seminggu belakangan ini.
“Emm..
Hyung” panggil Hyuk Jae membuyarkan lamunan JongWoon.
“Oh, wae Jae-ya?”
“Emm..
Apa Ji Joon baik-baik saja?” Bukan menjawab pertanyaan JongWoon malah
mentertawakan pertanyaan Hyuk Jae.
“Waeyo
Hyung? Aku tidak merasa pertanyaanku adalah hal yang lucu?”
“Hahahahaha.. mianhae Jae-ya.
Aku hanya heran. Kalau kau begitu penasaran, kenapa kau tidak berusaha
menghubunginya saja? Kalian masih saja bertingkah seperti anak kecil.”
“Hyung..!”
“Hahahaha..
cepat telepon kekasihmu. Sampai bertemu di Korea!”
Hyuk
Jae melempar handphonennya ke atas tempat tidurnya kesal, Hyung-nya yang satu
itu masih saja bisa menggodanya disaat yang sangat tidak tepat. Apa dia memang
harus mengalah dan menghubungi Ji Joon? Atau …
“Arrrggh!!”
Hyuk Jae mengacak rambutnya marah. Dia bisa memutuskan dengan cepat keputusan
apa yang harus diambilnya jika itu berhubungan dengan bisinis dan pekerjaannya.
Namun mengenai Ji Joon, pikirannya selalu saja tumpul tidak tahu apa yang
harus dilakukannya.
***
Hosung
Building, Sangsu-Dong, Mapo-Gu, Seoul
Hyun
Hoon memeluk Ji Joon senang, mulutnya tidak henti memekik bahagia. Ya, mereka
berdua tentu saja sangat bahagia. Kesempatan yang diberikan JongWoon pada
mereka untuk menangani sebuah project yang cukup besar berhasil sesuai dengan
apa yang mereka harapkan. Dan bahkan lebih baik dari apa yang mereka
rencanakan. Investor dari Jepang itu tertarik untuk melakukan investasi jangka
panjang di perusahaan mereka.
Disisi
lain kebahagiaan Hyun Hoon adalah dapat membuktikan pada semua orang bahwa dia
memilki kemampuan, dan bukan mendapatkan posisinya sekarang karena berstatus
sebagai kekasih Direktur perusahaannya – Kim JongWoon. Sedangkan bagi Ji Joon
keberhasilannya ini tidak menyia-nyiakan apa yang harus dikorbankannya.
Dia memutuskan untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya dari pada pergi bersama
kekasihnya. Dua hal yang sangat sulit untuk diputuskan namun pada akhirnya dia
memilih pekerjaannya. Andai saja kekasihnya itu tidak bersikap keras kepala
mungkin dia akan mengubah keputusannya itu.
“Ya,
kenapa kau menangis?” Hyun Hoon mengusap air mata yang turun deras dipipi Ji
Joon. Hyun Hoon merasa air mata yang mengalir dipipi Ji Joon itu bukan murni
hanya air mata kebahagiaan.
“Joonie,
waeyo?”
“Aku
merasa keberhasilanku tidak berarti lagi, Hoonie-ya. Aku merindukan Hyuk Jae
Oppa. Dia pasti membenciku.” Ujarnya tersedu kembali menyembunyikan wajahnya
dibahu Hyun Hoon.
“Kau
sudah menghubunginya?” Ji Joon menggelengkan kepalanya.
“Aigoo,
yeoja ini. Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Dasar anak ayam.” Hyun Hoon
mendaratkan jitakan lembut dipuncak kepala Ji Joon. “Ayolah, kalian sudah
dewasa, berhentilah bersikap seperti ini.” Tambahnya lagi.
“Tok..Tok..Tok”
terdengar ketukan dipintu ruangan Ji Joon. Keduanya menoleh kea rah suara dan
terlihat seseorang berdiri diantara celah pintu yang tidak sempurna tertutup.
Kim JongWoon berdiri disana.
“Ah
mian, aku mengganggu kalian. Apakah yeoja selalu seemosional itu?” ujarnya
menggoda Ji Joon dan Hyun Hoon.
“Bugh!”
Hyun Hoon melempar bantal sofa didekatnya.
Ji
Joon mengerucutkan bibirnya, mengusap air matanya tidak mau JongWoon
menggodanya lagi. Dia menatap JongWoon heran ketika namja tampan itu
menyodorkan sebuah amplop. Dan memnyuruh Ji Joon membukanya.
“Yunani?”
Ji Joon berucap heran melihat 3 tiket penerbangan ke Yunani.
“Ne,
anggap saja itu hadiah karena kalian telah berhasil mengerjakan project ini
dengan hasil yang sangat memuaskan. Jadi kita akan berlibur ke Yunani selama
beberapa hari. Eotthe?”
“Jinjja
Oppa?” Hyun Hoon terlalu bahagia untuk bersikap professional di Kantor kali
itu. Dia memeluk namjanya bahagia. JongWoon tersenyum lebar hingga mata
sipitnya hanya menyisakan garis.
“Tapi,
Yunani? Kenapa kau memilih Yunani Oppa? Maksudku sajangmin?” Ji Joon masih
heran dengan hadiah tidak terduga itu.
“Hahaha..
sudahlah panggil aku Oppa, tidak ada yang mendengarnya disini. Yah itu karena..
Emm, ya..”
“Oppa..
kau menyembunyikan sesuatu?” pungkas Ji Joon tidak sabar.
“Aigoo..
pegawai berhargaku. Matamu sungguh tajam, aku tidak salah melihat potensimu,
sayang.”
“Oppa!”
“Baiklah.
Aku tidak tahan melihatmu selalu datang dengan mata pandamu itu, dan aku juga
tidak tahan melihatmu bersedih jadi aku menghubungi Hyuk Jae. Dia beristirahat
di sana sekarang.” JongWoon mengamati perubahan ekspresi wajah Ji Joon. Seperti
yang ditebaknya wajah pucatnya mulai merona.
“Mwo??
Yunani!! ISSHH.. Monyet bodoh! Awas saja nanti!!”
***
Nafplia
Palace Hotel and Villas
Ji
Joon berjalan tergesa menuju lantai 4 Hotel itu, dia tidak peduli lagi dengan
pasangan yang sedang dimabuk cinta yang berjalan lambat dibelakangnya. Jung Hyun
Hoon dan Kim JongWoon terlihat mesra berjalan bergandengan sembari saling
berbisik dan tertawa renyah membuat Ji Joon semakin terbakar semangat untuk
segera menemukan Hyuk Jae kekasihnya.
Tanpa
perlu mencari tahu, Ji Joon sangat yakin Hyuk Jae berada dihotel itu. Karena
Hotel itu adalah hotel yang mereka pilih jika seandainya nanti mereka akan
berlibur ke Negara itu. Dengan sedikit bantuan JongWoon, Ji Joon menemukan
dikamar mana Hyuk Jae menginap selama ini. Dia berjalan semakin cepat menyeret
koper berwarna biru cerahnya.
“Tok..Tok..Tokk!”
Ji Joon mengetuk kamar Hyuk Jae tergesa, lebih tepatnya bisa disebut
“menggedor” pintu kamar kekasihnya itu.
“Klek”
Tidak
berapa lama seorang namja dengan wajah khas seorang yang baru bangun tidur
lengkap dengan celana berbahan katun gelap dan kaus longgar berwarna putih.
Seketika namja yang belum sepenuhnya bangun itu, seketika mendapatkan
kesadarannya setelah melihat siapa yang berdiri didepan pintunya.
Dia
melihat sesosok malaikat yang dirindukannya mengenakan dress bunga-bunga
berbahan sifon yang bergerak saat angin meniupnya, malaikatnya itu mengikat
rambut ikalnya keatas membuat bahunya terekspos membuatnya meneguk ludahnya.
“Chagi?”
“Bugh.”
Ji Joon memukulkan genggaman tangannya dan mendorong tubuh namjanya itu sekuat
tenaga. Dia terus memukul namjanya itu, Ji Joon menangis dan terus menerus
memukuli dada bidang Hyuk Jae dengan tangannya. Ji Joon meronta saat Hyuk Jae
membungkus tubuh mungil Ji Joon dengan tubuhnya dan memeluknya erat.
Hyuk
Jae terus memeluk Ji Joon membiarkan emosi yeoja itu menguap sedikit demi sedikit.
Die melonggarkan pelukannya saat Ji Joon mulai tenang dan hanya terisak, dia
mengangkat wajah kekasihnya dengan jemari tangannya memposisikannya untuk
memandangnya.
“Chagi,
bogoshipeo. Aku senang kau datang.” Ujarnya tersenyum. Tangannya bergerak naik
turun dipipi Ji Joon untuk menghapus airmatanya. Yeoja itu mendorong Hyuk Jae
berusaha membuat jarak diantara keduanya.
“Apa
menyenangkan membuatku khawatir eoh?” pekik Ji Joon dengan ekspresi mengerikan.
“Apakah
itu juga menyenangkan membuatku berpikir kau tidak mengkhawatirkanku chagi?”
bisik Hyuk Jae lembut melangkah mempersempit jarak yang dibuat Ji Joon.
“Kenapa
kau sangat keras kepala Oppa?”
“Kenapa
kau juga sangat keras kepala Chagi?”
Keduanya
saling berpandangan, rasa marah dalam hati mereka menguap entah kemana hanya
rasa rindu yang mendekap mereka. Keduanya memuasakan indra penglihatannya untuk
memadang satu sama lain. Keduanya tertawa terkekeh, mereka kembali bertengkar
seperti hal yang sering mereka lakukan.
“Pabo!”
Ji Joon tertawa mengalihkan pandangannya.
“Neo-do.
Kau juga Pabo!” Hyuk Jae menarik lengan Ji Joon, membawa tubuh mungil yeoja itu
kedalam pelukannya. Mengecup puncak kepala yeoja yang sangat dirindukannya itu.
“Mianhae
chagi, aku mencintaimu”
“Nado,
mianhae Oppa.”
Hyuk
Jae menangkup tengkuk Ji Joon dengan kedua tangannya, menundukkan kepalanya
mensejajarkannya dengan wajah Ji Joon, dan menyatukan bibir mereka. Harum aroma
tubuh yeojanya memenuhi paru-parunya. Dia tersenyum Ji Joon menanggapi apa yang
dilakukannya dan melingkarkan lengannya disekeliling tubuh Hyuk Jae.
“Yakkk!!”
sebuah teriakan marah seseorang menghentikan aktifitas yang dialkukan Hyuk Jae
dan Ji Joon.
“Kami
berlari karena khawatir kalian akan saling membunuh dan kalian malah asyik
berciuman eoh?” pekik Hyun Hoon menyerang dua manusia dengan tampang tidak
berdosa itu dengan jitakan. JongWoon kewalahan menjauhkan kekasihnya dari Ji
Joon dan Hyuk Jae.
“Kalau,
kau begitu iri, kau bisa mendapatkannya dari Jong Woon hyung!”
Seperti
apa yang dibayangkan Hyuk Jae, suasana kamarnya lebih meriah setelah kedatangan
Ji Joon, atau itu terlalu meriah dengan kehadiran JongWoon dan Hyun Hoon. Namun
dia bersyukur, menjadi sendiri adalah hal yang tidak ingin dirasakannya lagi.
***
EPILOG
“Apa
yang Oppa lakukan selama berada disini? Melihat yeoja-yeoja berbikini itu em?”
Tanya Ji Joon memandang keluar didepan jendela kamar Hyuk Jae. Hyuk Jae berdiri
dibelakangnya memeluknya.
“Anniya.”
“Gotjimal”
“Jinjja
chagi! Aku sama sekali tidak keluar dari kamar ini. Aku merasa berdosa
menikmati liburan ini sedangkan kau tidak ada disini”
Chu~~
“Ji
Joon mengecup pipi kekasihnya. “ Gomawo, kau menjaga hatimu dengan cukup baik
Monyetku sayang ”
***
“Ayo
kita makan chagi”
“Ne,
kajja. Aku ingin sup seafood.” Ujarnya manja.
“Andwe,
aku tidak suka seafood.”
“Seafood,
aku mau seafood!”
“Shirreo!”
“Jadi
untuk apa berlibur di daerah pantai seperti ini, kalau oppa tidak suka
seafood?” cecar Ji Joon gemas.
“…”
“Arraseo,
aku akan makan seafood dan memesan makanan lain untuk Oppa. Eotthe?”
“Kaja!!”
Hyuk Jae bersemangat menaikkan Ji Joon kepunggungnya dan berlarian disepanjang
bibir pantai.
Saling
mencintai kadang bukan hanya berisi tentang hal-hal romantis dan memiliki
pemikiran sejalan. Bertengkar, berbaikan, kemudian tertawa bersama juga
merupakan hal yang romantis untuk Ji Joon dan Hyuk Jae.
Setiap
orang mengukir kisah cintanya dengan alur dan sudut pandang yang berbeda, hanya
mereka berdua yang tahu bagaimana mencintai satu sama lain dengan sempurna dan
sepenuh hati.
END
No comments:
Post a Comment